Rabu, 02 Juni 2010

JURNAL URIP SANTOSO
APLIKASI TEKNOLOGI PEMBATASAN PAKAN PADA INDUSTRI BROILER
3 05 2008
Rate This


Prof. Urip Santoso
(Dimuat pada Poultry Indonesia Mei 1999 hal. 32-34)
Dewasa ini industri broiler dituntut untuk menghasilkan daging rendah lemak, karena lemak mempunyai pengaruh negative terhadap kesehatan konsumen. Disamping itu, karkas yang dihasilkan broiler saat ini juga mempunyai kandungan lemak yang berlebihan di daerah perut dan visera yang harus dipisahkan dari karkas, serta mempunyai nilai jual yang sangat rendah jika dibandingkan dengan karkas.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa pabrik yang memroses 50.000 ekor broiler per hari akan menghasilkan lemak rata-rata 6.250, yang mengakibatkan perusahaan tersebut kehilangan 812.500 dolar per tahun. Jika diasumsikan kadar lemak (yang tampak) pada broiler sekarang ini yang kira-kira 3,5% dapat diturunkan menjadi 1% saja, akan menaikkan keuntungan sebesar 177 juta dolar per tahun.
Selain itu, saat ini industri broiler menghadapi problema yang sangat mendesak, yaitu rendahnya efisiensi produktivitas. Faktor utama yang menyebabkan rendahnya efisiensi adalah mahalnya harga pakan. Hal ini dikarenakan biaya pakan pada industri broiler menempati 60-70% dari total biaya produksi. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara yang aplikatif untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut di atas.
Salah satu cara termudah dan termurah adalah menggunakan teknologi pembatasan pakan di awal pertumbuhan. Beberapa peneliti telah melakukan percobaan tentang pembatasan pakan pada ayam broiler untuk memperbaiki performans, baik efisiensinya dan komposisi kimia karkasnya.
Pengaruh pembatasan pakan pada broiler
Pada dasarnya pembatasan pakan merupakan program untuk memberikan pakan pada ternak sesuai dengan kebutuhan hidup pokoknya pada umur dan periode tertentu. Program ini didasarkan kepada asumsi bahwa pemberian pakan secara terus menerus (ad libitum) merupakan kondisi buatan, sedangkan pembatasan pakan pada ayam broiler adalah upaya mengembalikan ternak pada kondisi alami.
Banyak penelitian tentang pembatasan pakan pada broiler telah dilakukan. Kebanyakan penelitian tersebut menunjukkan hasil peningkatan efisiensi pakan dan penurunan kandungan lemak tubuh dengan berat badan normal. Ayam broiler jantan atau betina yang dibatasi pakannya menunjukkan efisiensi pakan yang lebih baik, serta akumulasi lemak yang rendah dengan berat badan yang normal atau bahkan lebih tinggi. Peneliti lain juga melaporkan ayam broiler yang dibatasi pakannya menunjukkan efisiensi pakan yang lebih baik dan terjadi penurunan kandungan lemak tubuh. Peneliti ini membatasi pakan broiler dengan cara berselang-seling sehari selama enam hari berturut-turut, mencapai berat badan akhir yang sama pada umur 42 hari jika dibandingkan dengan ayam broiler yang diberi pakan bebas.
Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari program pembatasan pakan adalah dapat mengurangi angka kematian, kelainan kaki dan penyakit metabolic seperti ascite, sudden death syndrome, stress panas atau bahkan meningkatkan daya kekebalan tubuh terhadap penyakit. Program pembatasan pakan juga menaikkan kandungan mineral tubuh serta menurunkan trigliserida dan kolesterol darah dan kadar lemak dalam tubuh dan daging.
Melihat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui teknologi pembatasan pakan, maka aplikasi di lapangan sangat penting untuk segera diperkenalkan kepada masyarakat peternak di Indonesia.
Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembatasan pakan
Keberhasilan ayam broiler yang dibatasi pakannya untuk mencapai berat akhir yang normal serta diperoleh efisiensi pakan yang tinggi dan kandungan lemak yang rendah, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
1. berat pembatasan pakan. Semakin berat pembatasan akan semakin berat pula tingkat laju pertumbuhan cepat selama pemberian pakan bebas kembali. Namun pada tingkat pembatasan pakan yang sangat berat, akan menimbulkan penurunan berat badan walaupun efisiensi dan kadar lemaknya rendah.
2. Lamanya pembatasan pakan. Secara umum semakin lama pembatasan pakan yang dilakukan, broiler akan lebih sulit menutupi kehilangan berat badan selama periode pembatasan pakan. Untuk mencapai hasil yang baik, pembatasan pakan pada ayam broiler jantan lebih lebih dari tujuh hari, dan untuk broiler betina tidak lebih dari lima hari.
3. Waktu pembatasan pakan. Pada periode akhir (5-8 minggu), ayam broiler yang mendapat perlakuan pembatasan pakan ternyata tidak memberikan respon yang baik untuk terjadinya hasil yang baik, karena kesempatan broiler untuk mendapatkan laju yang cepat menjadi sangat berkurang. Akibatnya, walaupun efisiensi pakan lebih baik dan kadar lemaknya rendah, berat badannya tidak mencapai ukuran normal. Oleh akrena itu, disarankan untuk membatasi broiler di awal pertumbuhannya, yaitu umur tiga sampai dengan sebelas hari untuk ayam broiler jantan, dan tidak lebih dari umur lima hari untuk ayam broiler betina.
4. Lamanya waktu selama periode refeeding (pemberian pakan bebas setelah pembatasan. Program pembatasan pakan mempunyai pengaruh terhadap penundaan umur fisiologis ternak. Dimana ayam broiler akan mempertahankan semaksimal mungkin pertumbuhannya pada umur yang sesuai. Oleh sebab itu, ketika broiler diberi pakan bebas setelah periode pembatasan, mereka akan menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dari normal untuk mengejar ketinggalanya selama pembatasan pakan. Oleh sebab itu, untuk mencapai berat badan yang normal serta efisiensi pakan yang tinggi maka waktu refeeding harus mencukupi.
5. Konsumsi pakan selama refeeding. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka pada saat periode refeeding, ayam broiler harus mendapat kesempatan makan yang lebih banyak untuk mengejar ketinggalan pertumbuhan. Selama periode ini penggunaan pakan oleh broiler lebih efisien, sehingga efisiensi pakan kumulatif menjadi lebih baik. Selama periode awal refeeding pertumbuhan lemak naik drastis, namun satu minggu kemudian turun drastis sehingga akumulasi lemaknya pada usia pasar menjadi lebih
6. Jenis kelamin broiler. Perbedaan jenis kelamin broiler akan memberikan respon yang berbeda terhadap pembatasan pakan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari laju pertumbuhan dan kandungan lemak tubuhnya. Ayam jantan mempunyai respon yang lebih baik daripada broiler betina. Hasil penelitian Santoso menunjukkan bahwa ayam broiler betina merespon lebih baik dalam penurunan berat lemak, sedangkan broiler jantan merespon lebih baik pada efisiensi pakan
dan pencapaian berat normal.
Aplikasi di tingkat peternak.
Biaya dapat mencapai sekitar 60-70% dari total biaya produksi dalam usaha peternakan ayam broiler Oleh karena itu dalam melakukan program pembatasan pakan perlu diperhatikan persyaratan yang dapat menunjang peningkatan efisiensi usahanya. Beberapa persyaratan tersebut diantaranya adalah kepraktisan ( kemudahan untuk dilakukan ), dan tidak atau sedikit menambah biaya.
Pembatasan pakan secara kuantitatif akan lebih efektif, karena metode ini selain dapat memberikan hasil yang sama terhadap berat badan akhir dan mengurangi lemak tubuh juga mudah untuk dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk ayam broiler yang dipanen pada umur 42 hari, maka pembatasan pakannya dimulai pada umur 7 hari selama tiga hari pada tingkat pembatasan 25%. Artinya, jika menggunakan pembatasan harian maka setiap hari tingkat 25%. Artinya, jika menggunakan pembatasan harian maka setiap hari ayam diberi pembatasan 75% dari biasanya. Cara ini tentunya memerlukan data konsumsi harian. Namun mengingat catatan harian biasanya peternak tidak punya dan cara ini lebih repot, maka cara lainnya adalah dengan ’diet dilution’, yaitu dengan mencampur pakan jadi dengan sekam dengan perbandingan 75% pakan jadi dan 25% sekam. Cara yang paling mudah adalah dengan memuasakan ayam broiler selama 6 jam setiap hari selama tiga hari. Hasil percobaan ditingkat peternak dengan menggunakan program puasa selama enam jam selama tiga hari dimulai pada umur 8 hari (skala usaha 1100 ekor) ternyata memberikan hasil yang memuaskan, yaitu meningkatkan efisiensi pakan, menurunnya angka kematian, sehingag tingkat keuntungannya meningkat pula.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk ayam broiler dipanen pada umur 56 hari, maka broiler dapat dibatasi sampai 75% selama 6 hari. Artinya, jika menggunakan pembatasan harian maka setiap hari ayam diberi 25% dari biasanya. Cara ini tentunya memerlukan data konsumsi harian. Namun mengingat catatan harian biasanya peternak tidak punya dan juga cara ini lebih repot, maka cara lainnya adalah dengan ”diet dilution”, yaitu dengan mencampur pakan jadi dengan sekam dengan perbandingan 25% pakan jadi dan 75% sekam. Cara yang paling mudah adalah dengan memuasakan ayam broiler selama 18 jam setiap hari selama 6 hari.
http://uripsantoso.wordpress.com/2008/05/03/aplikasi-teknologi-pembatasan-pakan-pada-industri-broiler/


Mengembangkan Teknologi Pembatasan Pakan untuk Menurunkan Akumulasi
Lemak dan Memperbaiki Performans pada Broiler
Terdapat tekanan dari konsumen agar produsen menghasilkan daging rendah lemak, karena mengkonsumsi daging tinggi lemak akan menimbulkan kelainan-kelainan pada manusia (Jones and Farrell, 1992). Selain itu, karkas broiler mengandung lemak yang berlebihan pada bagian perut dan viseral. Lemak-lemak ini harus dibuang dan diproses kembali menjadi tepung limbah unggas yang mempunyai harga yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan karkas (Goodwin, 1979).
Pembatasan pakan di awal pertumbuhan telah terbukti memeperbaiki performans dan menurunkan akumulasi lemak pada broiler (Plavnik dan Hurwitz, 1985, 1988, 1989; Santoso et al., 1993a,b; Santoso et al., 1995a,b). Keberhasilan program ini bergantung pada strain (Santoso, 2000f), level dan lama pembatasan (Santoso, 1992, 2000b; Santoso et al., 1995b), tipe pakan yang diberikan selama periode refeeding (Santoso, 1995, 2001d,e,2002a,b; Santoso et al., 1995b), dan umur dimulainya program pembatasan (Santoso, 2002c,d). Program pembatasan dapat menurunkan hiperplasia sel lemak, sehingga membatasi pertumbuhan lemak. Santoso et al. (1993b, 1995a,b) menemukan bahwa pembatasan pakan di awal pertumbuhan menurunkan aktivitas enzim acetyl-CoA carboxylase activity di hati, suatu enzim pembatas pada sintesis asam lemak, namun tidak menurunkan aktivitas enzim fatty acid synthetase dalam hati. Hal ini mengakibatkan terbatasnya sintesis trigliserida dalam hati dan menyebabkan turunnya konsentrasi trigliserida dalam darah. Akibat selanjutnya adalah turunnya akumulasi lemak pada karkas dan bagian lainnya.
Pada kondisi pemeliharaan di farm, broiler dipelihara pada kondisi dicampur antara jantan dan betina. Broiler yang dipelihara dengan jenis kelamin yang terpisah mempunyai respon yang berbeda jika dibandingkan dengan yang dipelihara secara campur. Ini diperkuat oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa broiler betina dan jantan merespon berbeda terhadap pembatasan pakan (e.g. Plavnik and Hurwitz, 1988; Santoso et al., 1993a,b). Sayangnya, kebanyakan penemuan yang dipublikasi menggunakan jenis kelamin terpisah, sehingga program pembatasan pakan ini belum bisa diterapkan di lapangan (farm). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka kandidat mengembangkan program pembatasan pakan di awal pertumbuhan untuk memecahkan masalah tersebut di atas. Kandidat menemukan bahwa program ini dapat digunakan sebagai alat untuk memperbaiki produktivitas broiler dan untuk menurunkan akumulasi lemak pada broiler yang dipeliharan secara campur. (Santoso, 2001d). Jika broiler disembelih pada umur 42 hari, broiler harus diberi pakan sebanyak 75% ad libitum selama 6 hari untuk Arbor Acres (Santoso, 2002e). Mereka dapat diberi pakan sebanyak 25% ad libitum selama 6 hari untuk strain Ross I (Santoso, 2000f). Jika broiler disembelih pada umur 56 hari, broiler dapat diberi pakan sebanyak 25% ad libitum selama 6 hari yang dimulai umur 7 hari. Selanjutnya dinyatakan bahwa level dan lama pembatasan mempengaruhi terjadinya “catch-up growth” (suatu pertumbuhan cepat di atas normal) dan konsumsi ransum, tetapi tidak berpengaruh terhadap akumulasi lemak dan konversi ransum. Santoso (2002a,b) menemukan bahwa meal feeding merupakan metode yang terbaik dan termudah jika program ini diterapkan pada broiler campur. Kandidat juga menemukan bahwa pemberian kultur Bacillus subtilis setelah program pembatasan dapat memecahkan masalah rendahnya berat badan pada umur 42 hari dan dapat menurunkan akumulasi lemak (Santoso, 2002d). Program pembatasan ini telah diperkenalkan di pusat peternakan broiler di Propinsi Bengkulu dan menghasilkan berat badan yang lebih baik dan keuntungan yang lebih tinggi (Santoso et al., 1998). Kandidat juga menemukan bahwa pemberian ransum tinggi protein plus lemak selama refeeding mampu memecahkan masalah rendahnya berat badan pada umur 28 hari (Santoso, 2001e). Pemberian Bacillus subtilis sebanyak 1% selama refeeding menurunkan akumulasi lemak dengan berat badan yang lebih baik (Santoso, 2002d). Kandidat juga menemukan bahwa pemberian ransum berlemak tinggi selama refeeding mempengaruhi performans broiler dan akumulasi lemak (Santoso, 2002e).
http://uripsantoso.wordpress.com/2008/04/08/penggunaan-tumbuhan-obat-pembatasan-pakan-mikrobia-efektif-dan-hasil-fermentasi-pada-ternak-monogastrik/
Santoso, U. 2001f. Pengaruh strain dan pembatasan pakan terhadap performans dan akumulasi lemak pada broiler mixed-sex. Prosiding Seminar Perguruan Tinggi BKS-Barat. Bandarlampung, Indonesia.

Manajemen Menangani Cacat Kaki pada Broiler

Poultryindonesia.com, Cacat kaki memberi kerugian yang tidak sedikit pada usaha ternak broiler. Namun dengan manajemen pemeliharaan yang baik dapat menangani kasus ini.


Manajemen merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ekspresi potensi genetik ternak. Pada unggas, domestikasi yang membawa terbentuknya ayam modern adalah sebagai akibat majunya pengetahuan ilmu genetik tentang heritability dan seleksi untuk tujuan ekonomi. Sukses yang dicapai dengan memperpendek masa panen telah menimbulkan masalah lain sehingga perlu diimbangi dengan manajemen yang memadai. Sebagai contoh terjadinya cacat pada kaki (leg disorder) membawa kerugian yang tidak sedikit bagi peternak broiler. Kejadian ini nampak sederhana tetapi menyebabkan frustasi bagi pemeliharaannya. Dugaan karena faktor kualitas bibit yang kurang baik dan kesalahan dalam cahaya yang tepat, pemberian pakan terbatas, kandang litter yang baik dan ayam yang bebas dari stres akan memperkecil terjadinya cacat ini pada broiler.

Pemberian cahaya
Penelitian tentang pemberian cahaya menunjukkan bahwa intermittent lighting (pemberian lampu terang dan gelap) meningkatkan produktivitas ayam broiler dan mengurangi kejadian leg disorder. Ahli unggas dari Canada, Dr. Classen (1994( mengemukakan bahwa konversi pakan, daya hidup, pertumbuhan dan nafsu makan (appetite) yang lebih baik serta menurunnya angka kematian akibat serangan jantung, karena pemberian cahaya yang tepat. Program ini bertujuan memperlambat pertumbuhan broiler pada masa starter, kemudian diikuti dengan compensatory growth pada masa berikutnya. Intermittent lighting akan mengurangi kebutuhan energi dengan berkurangnya aktivitas harian sehingga juga mengurangi pengeluaran energi (energy expenditure). Pengamatan terhadap tingkah laku ayam ternyata konsumsi air dan pakan meningkat 50% lebih tinggi dalam waktu dua jam setelah lampu dinyalakan. Dengan demikian aktivitas makan dipengaruhi oleh cahaya.
Dibandingkan dengan pemberian cahaya secara kontinyu, Kamyab (2000) mengemukakan bahwa intermittent lighting mengurangi kematian dan leg disorder.

Pembatasan pakan secara kualitatif maupun kuantitatif
Pertumbuhan yang sangat cepat dengan ukuran tubuh yang besar berdampak negatif terhadap penyakit tulang. Kesiapan tulang kaku menanggung pertambahan bobot badan yang sangatlah kritis untuk memperoleh penampilan ayam yang prima. Kejadian penyakit tulang dapat dikurangi dengan pembatasan pakan dengan mengatur perubahan pada bobot badan. Namun menurunnya kecepatan pertumbuhan yang dapat memperkecil kejadian penyakit tulang perlu pula tetap mempertimbangkan sasaran bobot badan akhir pemeliharaan, karena keterlambatan mencapai bobot badan pada umur panen akan mengurangi manfaat manajemen ini dalam mengontrol problem pada kaki ayam.
Dr. Colin Fisher, seorang ahli nutrisi dan sekaligus konsultan Roos Breeder, UK, mengemukakan empat cara pemberian pakan yang tepat, yakni mengontrol komposisi, mengontrol kualitas (diet dilution), mengontrol kuantitas (controlled feeding) dan mengontrol waktu pemberian pakan (feeding time). Cara ini mengurangi lemak karkas dan memperbaiki konversi pakan. Pembatasan pakan masih dilakukan dibeberapa breeding farm di United Kingdom.
Pembatasan pakan secara kualitatif dengan memberi pakan asam amino rendah pada masa awal terbukti mengurangi beberapa masalah cacat kaki.

Kandang litter
Pengujian terhadap kekuatan tulang mengungkapkan bahwa kandang yang tidak nyaman, terutama kandang yang tidak memberikan keleluasaan pada ayam (terkurung), berpengaruh pada kekuatan tulang humerus dan tibia. Perbedaan inil berkaitan dengan tingkat aktivitas maupun exercise. Teknik manajemen yang mendorong ayam lebih aktif merupakan cara yang sangat potensial untuk menurunkan leg disorder. Kandang litter dapat berfungsi sebagai proteksi terhadap lantai yang dingin dan menyerap kelembaban. Akan tetapi litter yang lembab akan mempercepat produksi mikroba dan amonia yang akan mengganggu kesehatan ayam.
Kelembaban litter dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain type litter, temperatur udara, kelembaban relatif dan ventilasi. Perpaduan faktor-faktor ini mendorong terjadinya kondisi litter yang kurang menguntungkan bagi ayam dan akan mempengaruhi dermatitis pada telapak kaki. Jenis maupunkomposisi pakan dapat mempengaruhi kelembaban litter dan mungkin mengandung bahan-bahan yang mudah menempel pada kaki, akibatnya kejadian dermatitis akan meningkat pula.

Stress
Penelitian oleh McFarlene dkk (1989), menunjukkan adanya hubungan linifser antara jumlah penyebab stress dengan pertumbuhan broiler dan efisiensi pakan. Pertumbuhan dan perkembangan tulang yang terganggu karena stress disebabkan oleh gangguan hormon. Hormon yang dihasilkan kaitannya dengan respon terhadap stress yang tidak spesifik akan mempengaruhi metabolisme tulang dan berpengaruh negatif terhadap kejadian leg disorder.
Kejadian bengkok pada kaki sering dihubungkan dengan kepadatan kandang. Kepadatan kandang yang tinggi akan meningkatkan litter dan ini berpengaruh tidak langsung terhadap gaya berjalan ayam.
Walaupun pengaruh leg disorder ini kurang dianggap penting dengan mempertimbangkan bahwa kaki merupakan bagian karkas yang sangat murah, akan tetapi akibat leg disorder yang hebat menghambat kemampuan ayam untuk mencapai tempat pakan. Kematian merupakan akhir dari penderitaan ayam yang mengalami cacat kaki. Di negara maju, leg disorder sangat menjadi perhatian karena menyangkut animal welfare.

PI/Hasan
Silahkan mengutip dan atau meng-copy isi tulisan ini dengan menyebutkan sumbernya : www.poultryindonesia.com
Master Theses from GDLHUB / 2007-07-19 10:48:59
PENGARUH PEMBATASAN PAKAN TERHADAP PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI DAN PENAMPILAN PRODUKSI PUYUH (Coturnix coturnix japonica).



By: Hertamawati, Rosa Tri
Email: library@lib.unair.ac.id; libunair@indo.net.id;
Post Graduate Airlangga University
Created: 2004-09-03 , with 1 file(s).

Keywords: Restricted feeding, Development reproductive organ, Sexual maturity, Egg production, Performance of quail
Subject: REPRODUCTION; QUAIL
Call Number: KKC KK TBR.01/04 Her p
Pembatasan pakan merupakan salah satu cara yang umum dilakukan untuk mengurangi biaya pada perusahaan peternakan unggas pada saat pertumbuhan guna meningkatan penampilan reproduksi. Pemberian pakan yang tidak terbatas (ad libitum) akan menyebabkan konsumsi pakan berlebih, dan akan mengakibatkan kelebihan energi. Kelebihan energi yang dikonsumsi secara otomatis akan dikonversikan menjadi timbunan lemak dalam tubuh. Tingginya deposit lemak dalam tubuh ini akan menyebabkan masak kelamin dini,
ada unggas yang masak kelamin dini ditemukan adanya peningkatan jumlah LYF (large yellow follicle) akibat pengaruh bobot badan serta konsumsi pakan yang berlebihan (overfeeding), dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses masak kelamin pada unggas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembatasan pakan secara kuantitatif terhadap masak kelamin, kondisi perlemakan dalam tubuh, perkembangan organ reproduksi serta penampilan produksi dan reproduksi puyuh petelur.


Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Complete Randomized Design). Perlakuan yang diberikan adalah pembatasan pakan secara kuantitatif yakni P1 : pemberian. pakan secara ad libitum (kelompok kontrol) , P2 : pembatasan pakan 90% dari ad libitum dan P2 : pembatasan pakan 80% dari ad libitum, dan P3 : pembatasan pakan 70% dari ad-libitum, masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ulangan dengan setiap ulangan terdiri dari 12 ekor puyuh.

Perlakuan pembatasan pakan dilakukan pada puyuh setelah umur 14 hari sampai masak kelamin. Setelah masak kelamin pakan diberikan secara ad-libitum. Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi pakan pada periode grower, kadar lemak abdominal, kadar lemak karkas, perkembangan organ reproduksi, umur saat masak kelamin, perkembangan folikel saat masak kelamin, organ reproduksi saat masak kelamin, bobot telur pertama serta penampilan produksi.

Hasil penelitian didapatkan konsumsi pakan pada periode grower secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 503.94 ±28.24 gram/ekor, 431.40 ± 4.14 gram/ekor, 385.05 ± 3.03 gram/ekor dan 350.29 ± 0.004 gram/ekor. Pertambahan Bobot badan pada periode grower secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 134.90 ± 5.51 gram/ekor, 106.59 ± 4.29 gram/ekor, 95.32 ± 6.60 gram/ekor dan 87.16 ± 4.99 gram/ekor. Konversi pakan pada periode grower secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 3.74±0.23, 4.05±0.17, 4.06±0.29 dan 4.03±0.22.

Hasil penelitian umur saat masak kelamin secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 39.38±1.722 hari, 43.00 ± 3.162 hari, 44.50 ± 3.391 hari dan 47.17 ± 1.835 hari. Bobot badan saat masak kelamin secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 179.13 ± 5.49 gram, 155.38±5.11 gram, 149.51 ± 10.46 gram dan 146.25 ± 6.89 gram. Bobot telur pertama secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 7.38 gram, 8.43 gram, 9.23 gram den 8.42 gram. Rataan bobot ovarium saat masak kelamin secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 9.12 ± 3.15 gram, 7.70 ± 0.93 gram, 6.49 ± 0.99 gram dan 3.95 ± 0.71 gram. Rataan bobot oviduk saat masak kelamin secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 6.58 ± 0.65 gram, 8.41 ± 0.65 gram, 6.59±0.65 gram dan 3.41 ± 1.47 gram, sedangkan panjang oviduk saat masak kelamin berturut-turut adalah 18.46 ± 1.81cm, 30.93 ±1.94 cm, 27.83±5.06 cm dan 21.31 ± 1.48 cm.

Hasil pengamatan pengaruh pembatasan pakan terhadap jumlah folikel yang besar (LFY) puyuh pada saat masak kelamin secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 5.5, 4.83, 3.67 dan 2.50, jumlah folikel sedang (MYF) secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 1.667, 1.833, 2.000 dan 1.667 dan jumlah folikel kecil (SYF) secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 5.33,15.833,13.167 dan 10.667.

Hasil pengamatan perlakuan menunjukkan bahwa rataan kandungan lemak karkas puyuh pada perlakuan P0 mengalami kenaikan mulai umur 28 sampai umur 42 akan tetapi pada tingkat pemberian pakan 90%, 80% dan 70% dari ad-libitum cenderung mengalami penurunan kandungan lemak karkas, sedangkan pada kadar lemak abnormal tidak memberikan pengaruh yang nyata pada umur 35 dan 42 hari.

Hasil penelitian didapatkan konsumsi pakan pada periode awal bertelur secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 346.47±50.23 gram/ekor, 350.04±7.56 gram/ekor, 343.49±22.59 gram/ekor dan 335.31 ± 1.7.47 gram/ekor. Produksi telur pada periode awal bertelur secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 ada1ah 48.98±15.45%, 65.40±9.87%, 50.83±12.84% dan 39.71±5.11%. Konversi pakan pada periode awal bertelur secara berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 0.55±0.17, 0.49±0.08, 0.60±0.08 dan 0.78±0.12.

Dari hasil peneiitian ini dapat disimpulkan bahwa pembatasan pakan secara kuantitatif pada puyuh umur 14 hari sampai masak kelamin memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan kumulatif namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konversi pakan kumulatif pada masa grower. Pembatasan pakan menyebabkan adanya penundaan masak kelamin, bobot badan saat masak kelamin, berpengaruh terhadap perkembangan bobot dan ukuran organ reproduksi saat masak kelamin, jumlah folikel saat masak kelamin serta berpengaruh pada profil perlemakan karkas. Hasil penelitian ini juga memberikan pengaruh yang nyata (P<0.01) terhadap produksi telur dan konversi pakan pada awal produksi.
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-hertamawat-1116
Kebutuhan bahan makanan asal hewan baik yang berasal dari daging maupun telur ayam ras semakin meningkat Hal ini karena pemenuhan gizi, khususnya protein hewani, juga semakin meningkat. Salah satu upaya untuk mencukupi kebutuhan protein hewani adalah melalui peternakan unggas, karena ternak unggas mempunyai keunggulan komparatif dibanding dengan ternak lainnya. Namun kenyataan yang ada hasil ternak unggas terutama daging masih berkualitas rendah.
Pemberian pakan ayam pedaging saat ini hanyak dilakukan secara ad /ibitum. Pemberian pakan dengan pola demikian akan membuat ayam makan setiap saat tanpa pernah mengalami lapar, sehingga pertumbuhan dan kandungan lemak dagingnya sangat tinggi. Pola pakan tersebut di atas sampai saat ini masih dipertahankan karena peternak selalu mengejar pertumbuhan cepat dengan waktu panen pendek dan berat badan tinggi tanpa mempedulikan kualitas daging yang dihasilkan.
Pembatasan pakan dapat dilakukan dengan jalan pembatasan waktu dan jumlah pakan yang diberikan. Pembatasan pakan pada ayam dapat memperbaiki efesiensi penggunaan pakan sehingga konversi pakan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pemberian pakan secara ad libitum_ Pembatasan pakan 5-15
dari pakan standar tidak akan mempengaruhi performance ayam dan tidak mengubah berat badan akhir saat pemotongan.
Bila dilihat hubungan antara sekresi growth hormone (GH) dengan pembatasan waktu dan jumlah pemberian pakan ada kemungkinan untuk menghasilkan daging yang berkadar lemak rendah dan berkadar protein tinggi. Pembatasan waktu dan jumlah pemberian pakan yang tepat diharapkan terjadi peningkatan sekresi GH sehingga akan diikuti peningkatan efek metabolik pada seluruh jaringan tubuh. Efek metabolik GH meliputi peningkatan kecepatan

sintesis protein di seluruh tubuh, peningkatan pangangkutan asam lemak dari jaringan lemak, peningkatan penggunaan asam lemak sebagai sumber energi dan menghemat karbohidrat.
Peningkatan sekresi GH akan merangsang hepar untuk meningkatkan sekresi IGF-I. Growth hormone mengatur pertumbuhan tulang dan jaringan extraskeletal dengan mengontrol sekresi IGP-I. Insulin-like growth factor I berperan sebagai regulator pertumbuhan postnatal dengan jalan meningkatkan pertumbuhan skeletal melalui proliferasi chondrocyte dan meningkatkan pertumbuhan jaringan extraskeletal dengan jalan meningkatkan pembelahan sel dan sintesis protein.
http://ayampedaging.blogspot.com/
Feed Intake
Konsumsi pakan adalah banyaknya pakan yang dapat dimakan pada waktu tertentu. Ayam mengkonsumsi pakan dalam rngaka untuk memenuhi kebutuhan energinya ( Wahyu, 1988 ).
Konsumsi pakan pada waktu praktikum pemeliharaan ayam broiler berbeda untuk tiap minggunya. Pada minggu I, ayam per ekor mengkonsumsi pakan sebanyak 172,5 gram. Pada minggu II 315 gram, minggu III 490 gram, minggu IV 800 gram dan pada minn\ggu V 900 gram. Rata –rata konsumsi pakan per ekor per minggu 535,5 gram. Konsumsi pakan selama 0 – 5 minggu adalah 2677,5 gram. Konsumsi pakan ini melebihi standart konsumsi pakan menurut NRC ( 1984 ). Sedang standar konsumsi pakan menurut ANRC ( 1984 ) sebanyak 3000 gram / ekor per minggu selama pertumbuhan 0-6 minggu.
Konsumsi pakan kumulatif pada minggu 3 – 5 tidak sesuai dengan standar menurt Wahyu ( 1988 ). Pada praktiku ini, konsumsi pakan kumulatif pada minggu 3 – 5 berturut – turut adalah 977,5; 1777,5 dan 2677,5 gram / ekor. Sedangkan Wahyu ( 1988 ) menyatakan bahwa konsumsi pakan kumulatif pada minggu 3 – 6 berturut – turut adalah 783,9; 1416,5; 2165,4 dan 3030 gram / ekor.
Wahyu. 2003. http://anakkandang.multiply.com/journal/item/3/tentang_ternak_unggas
Anggorodi (1985) menyatakan
bahwa jumlah konsumsi ransum sangat ditentukan oleh kandungan energi dalam
ransum. Apabila kandungan energi dalam ransum tinggi maka konsumsi pakan
akan turun dan sebaliknya apabila kandungan energi ransum rendah, maka
konsumsi pakan akan naik guna memenuhi kebutuhan akan energi.
Soeharsono (2002) yang
menyatakan bahwa pemberian EM4 dapat meningkatkan konsumsi pakan pada
ternak. Namun sebaliknya, ayam yang diberi Sulfamix (T1) konsumsi pakannya 4
% lebih rendah dari T0. Penyebab lebih rendahnya konsumsi pakan ini belum
diketahui dengan pasti, kemungkinan akibat komplikasi pengaruh dua zat
antibakteri yang dikonsumsi, karena pakan komersial yang diberikan kepada ayam
ternyata sudah mengandung Zinc Bacitracin.
Konsumsi Pakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan penggunaan
antibiotik pada T1 dan probiotik pada T2 dan T3, tidak berpengaruh nyata ( P>
0,05 ) terhadap konsumsi pakan. Tidak adanya pengaruh yang berbeda nyata ini
mungkin disebabkan karena ayam diberi pakan yang sama dengan kandungan
6
protein dan energi yang sesuai dengan kebutuhan. Anggorodi (1985) menyatakan
bahwa jumlah konsumsi ransum sangat ditentukan oleh kandungan energi dalam
ransum. Apabila kandungan energi dalam ransum tinggi maka konsumsi pakan
akan turun dan sebaliknya apabila kandungan energi ransum rendah, maka
konsumsi pakan akan naik guna memenuhi kebutuhan akan energi.
Pemberian probiotik menyebabkan peningkatan konsumsi pakan sebanyak
2,6% lebih tinggi dari T0 dan diduga perbedaan ini akan menjadi signifikan jika
jumlah ayam (sampel) yang digunakan ditingkatkan dan ransum yang digunakan
bukan ransum komersial, sesuai dengan pendapat Soeharsono (2002) yang
menyatakan bahwa pemberian EM4 dapat meningkatkan konsumsi pakan pada
ternak. Namun sebaliknya, ayam yang diberi Sulfamix (T1) konsumsi pakannya 4
% lebih rendah dari T0. Penyebab lebih rendahnya konsumsi pakan ini belum
diketahui dengan pasti, kemungkinan akibat komplikasi pengaruh dua zat
antibakteri yang dikonsumsi, karena pakan komersial yang diberikan kepada ayam
ternyata sudah mengandung Zinc Bacitracin.
Penambahan Bobot Badan
Meskipun tidak berbeda nyata (P>0.05), tetapi ayam yang diberi probiotik (T2)
pertambahan bobot badannya 4.6% lebih tinggi dari pada ayam yang tidak diberi
probiotik. Perbedaan pertambahan bobot badan ini erat kaitannya dengan lebih
tingginya konsumsi pakan dan kemungkinan karena peningkatan daya cerna zat
gizi akibat pemberian probiotik. Mikroba lipolitik, selulolitik, lignolitik, dan
mikroba asam lambung yang terkandung dalam probiotik diduga telah berperan
aktif dalam meningkatkan kecernaan zat gizi. Nahashon et al. (1994)
menunjukkan bahwa suplementasi kultur Lactobacillus pada pakan yang terdiri
7
atas jagung, bungkil kedelai dan gandum meningkatkan konsumsi pakan, retensi
lemak, protein, kalsium, cuprum, dan mangan pada ayam petelur. Hal ini
didukung oleh Soeharsono (2002) yang menyatakan bahwa EM-4 dapat
meningkatkan konsumsi pakan dan meningkatkan bobot badan. Peningkatan
pertambahan bobot badan kemungkinan juga disebabkan karena probiotik yang
diberikan dapat mempertahankan keseimbangan ekosistem dalam usus seperti
yang dilaporkan oleh Nisbet et al. (1993) dan Corrier et al. (1994).
Konversi Pakan
Konversi pakan diperlukan untuk menggambarkan sejauh mana efektivitas
biologis pemanfaatan zat gizi dalam pakan. Semakin kecil jumlah pakan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan bobot badan ayam, berarti semakin
efisien pemberian pakan tersebut. Walaupun tidak ada perbedaan yang nyata di
antara perlakuan (P >0.05), konversi pakan ayam yang diberi probiotik (T2) 3%
lebih rendah dari pada kontrol. Ini merupakan indikasi bahwa pemberian probiotik
EM-4 pada peternakan ayam dalam skala besar akan memberikan sumbangan
yang cukup berarti bagi peningkatan keuntungan.
Secara umum kondisi kesehatan ayam pada semua perlakuan baik, dengan
mortalitas sebesar 3%. Penyebab kematian dua ekor ayam pada minggu ke-4
masing-masing pada T1 dan T3 dan satu ekor pada minggu ke lima pada T2 tidak
diketahui dengan pasti. Namun, diyakini itu tidak merupakan akibat dari
perbedaan perlakuan.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/wiryawan%20080202005.pdf
PENAMPILAN AYAM PEDAGING YANG DIBERI
PROBIOTIK (EM-4) SEBAGAI PENGGANTI ANTIBIOTIK
K.G. WIRYAWAN, M. SRIASIH, dan I. D. P. WINATA
Fakultas Peternakan, Universitas Mataram, Mataram 83125 NTB



http://www.koranplus.com/forum/gardens/888.html

- Minggu Kelima (hari ke 29-35).
Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah 88 gr per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 - 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen.


http://budidayaternak.comxa.com/single.php?conten=Halaman-Kategori-Budidaya&idbudidaya=2&halaman=6
Pemeliharaan Minggu Kelima
Pemeliharaan pada minggu kelima, hal yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah ransum yang dikonsumsi makin bertambah, begitu juga dengan konsumsi air, pengadukan lantai kandang perlu dilakukan setiap hari, selain sering ditambahkan alas lantai baru. Tanpa pengadukan dan penambahan alas lantai, lantai akan basah dan dapat mempunyai pengaruh buruk terhadap ayam broiler, terutama meningkatnya kada ammonia dalam ruang kandang.
Penimbangan berat badan rata-rata ayam broiler, dilaksanakan seperti cara minggu keempat. Pertumbuhan normal minggu keempat dilingkungan tropis, harus mencapai rata-rata 1,033 kg per-ekor, kalau lebih tinggi, berarti pertumbuhan cukup baik.
1) Pada hari pertama, yang perlu dilakukan adalah menambah jatah pemberian makanan dan minuman. Ayam sudah membutuhkan pakan 88 gram per-ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor. Kebutuhan air minum rata-rata 12,90 liter, sehingga diperlukan 5 tabung tempat makanan dan 6 tabung tempat minum.
2) Hari kedua, sama seperti hari pertama.
3) Hari ketiga, sama seperti hari kedua.
4) Pada hari keempat, pemeliharaan sama seperti hari ketiga, tetapi untuk persiapan pemeberian makanan broiler akhir, diperlukan penyesuaian bertahap 4 hari sebelumnya.
Jatah makanan masih tetap sama, tetapi menggunakan makanan awal 80% dari jatah dan makanan akhir 20% dari jatah. Untuk jatah pakan 8,8 kg untuk 100 ekor ayam, makanan broiler awal 7 kg dan makanan broiler akhir 1,8 kg.
Air minum perlu dicampur dengan obat cacing, untuk menyiapkan periode pertumbuhan yang pesat. Obat cacing cukup diberikan sekali saja dengan dosis sesuai aturan penggunaan merk obat cacing yang dipergunakan.
5) Pada hari kelima, pemeliharaan sama seperti hari keempat, tetapi air minum tidak di campuri obat cacing.
Jatah makanan masih tetap, tetapi penggunaan makanan awal 60% dari jatah dan makanan akhir 40% dari jatah. Untuk jatah pakan 8,8 kg untuk 100 ekor ayam, makanan broiler awal 5,3 kg dan makanan broiler akhir 3,5 kg.
6) Pemeliharaan pada hari keenam, sama seperti hari kelima.
Jatah makanan masih tetap sama, tetapi penggunaan makanan awal 40% dari jatah dan makanan akhir 60% dari jatah. Untuk jatah pakan 8,8 kg untuk 100 ekor ayam, makanan broiler awal 3,5 kg dan makanan broiler akhir 5,3 kg.
7) Pemeliharaan pada hari ketujuh, sama seperti hari keenam.
Jatah makanan masih tetap sama, tetapi penggunaan makanan awal 20% dari jatah dan makanan akhir 80% dari jatah. Untuk jatah pakan 8,8 kg untuk 100 ekor ayam, makanan broiler awal 1,8 kg dan makanan broiler akhir 7 kg.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

materinya bermanfaat pak