Senin, 02 Januari 2012

Segmentasi Pasar

PENDAHULUAN

Pasar yang ingin dituju sangat beragam untuk itu diperlukan focus terhadap bagian pasar yang diinginkan. Melakukan segmentasi sangat membantu pelaku bisnis untuk mengambil ceruk pasar yang sangat berprostek untuk ditekuni.

Ceruk pasar yang dituju tentunya memiliki peluang bisnis dan keuntungan yang besar. Untuk itu pilihan segmen yang dituju perlu disesuaikan pula dengan kemampuan perusahaan dalam memproduksi barang.

Pemasaran produk peternakan perlu pula mempertimbangkan segmentasi pasar. Sehingga pasar yang dituju tidak terlalu luas, namun memiliki prospek untuk memberikan hasil yang optimal. Perusahan memilih sejumlah segmen, secara obyektif masing-masing segmen menarik dan memadai. Mungkin terdapat sedikit atau tidak ada sinergi diantara segmen-segmen tersebut, namun masing-masing segmen berpotensi sebagai penghasil uang. Strategi cakupan segmen ganda itu memiliki keunggulan berupa pendiversifikasian resiko perusahaan.

Perusahaan mengahasilkan produk tertentu yang dijualnya kebeberapa segmen. Contohnya adalah perusahaan manufaktur mikroskop yang menjual mikroskop ke laboratorium universitas, laboratorium pemerintah, laboratorium komersial. Perusahaan membuat mikroskop yang berbeda bagi kelompok pelanggan yang berbeda-beda dan membangun reputasi yang kuat dibidang produk tertentu. Resiko yang tidak menguntungkan adalah bahwa mikroskop mungkin digantikan oleh teknologi yang benar-benar baru.

A. Segmentasi Pasar Global

Segmentasi pasar global adalah proses pengidentifikasi kelompok atau kumpulan pelanggang potensial pada tingkat nasional maupun subnasional yang kiranya mempunyai persamaan tingkah laku dalam membeli/mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sama.

Segmentasi pasar global adalah proses membagi pasaran dunia menjadi sub kelompok konsumen yang berbeda dari konsumen yang mempunyai kebutuhan yang sama.

Segmentasi pasar adalah suatu proses me-nempatkan konsumen ke dalam subkelom-pok yang memiliki respons yang sama terha-dap suatu program pemasaran (Cravens,1997).Menurut Rambat Lupiyoadi (2001), segmentasi pasar adalah membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang dibe-dakan menurut kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku, yang mungkin membu-tuhkan produk yang berbeda. Sedangkan Swastha (1997), segmentasi pasar adalah kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari suatu produk ke dalam satuan-satuan pasar yang bersifat ho-mogen. Berdasarkan definisi diatas, seg-mentasi pasar dapat diartikan sebagai proses membagi pasar yang beterogen ke dalam kelompok-kelompok yang lebih ho-mogen, yang memiliki kesamaan kebutuhan atau karakteristik dan respons terhadap program pemasaran.

Menurut Kotler (2009) mendefinisikan segementasi pasar, bahwa: "Market segmentation is the process of breaking a heterogeneous group of potential buyer into smaller homogeneous groups of buyer, that is with relatively similar buying characteristics or needs."

Berdasarkan definisi diatas bahwa segmentasi pasar merupakan suatu aktivitas membagi atau mengelompokkan pasar yang heterogen menjadi pasar yang homogen atau memiliki kesamaan dalam hal minat, daya beli, geografi, perilaku pembelian maupun gaya hidup.

Kriteria Segmentasi pasar dunia, yaitu :

1. Segmentasi demografis

Didasarkan pada karakteristik populasi yang dapat diukur, seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. Sejumlah kecenderungan demografi global, seperti semakin sedikit pasangan yang menikah, semakin sedikit jumlah anak dalam keluarga, perubahan peran wanita dan pendapatan serta pendapatan serta standar hidup yang semakin tinggi, merupakan pendorong munculnya segmen global.

2. Segmentasi Psikografis, adalah proses pengelompokan orang dalam arti sikap, nilai-nilai yang dianut dan gaya hidup.

3. Segmentasi tingkah laku, memfokuskan pada apakan orang akan membeli dan menggunakan sesuatu produk atau tidak, disamping seberapa sering dan berapa banyak yang dipakainya

4. Segmentasi manfaat, memfokuskan pada pembilang dari nilai persamaan.

Behaviour and Benefit Segmentation

Behaviour segmentation

Focus pada saat kapan dan berapa banyak produk yang dibeli ataupun dignakan oleh konsumen

- tingkat penggunaan: sering , medium, light users, bukan pengguna

- status pengguna: pemakai potential, bukan pmakai, bekas pemakai, sering memakai, pemula & pemakai produk pesaing

Benefit segmentation

Saat ini kebutuhan pokok konsumen telah terpenuhi. Meskipun demikian konsumen mencari nilai tambah dari pembelian yang dilakukan.

Setelah pasar dibuat segmen, penetapan pasar sasaran dilakkan lewat evaluasi dan membandingkan bebrapa segmen yang diidentifikasi untuk memilih satu atau lebih sasaran yang mempunyai potensi tertinggi.

Kriteria untuk Targeting :

1. ukuran segmen pasar saat ini dan potensi pertumbuhan

2. kemampuan berkompetisi

3. kesuaian dan dapat dimasuki

Kriteria Memilih Target Pasar

Setelah segmen pasar dievaluasi, langkah selanjutnya yaitu memilih segmen yang akan dijadikan target atau pasar sasaran. Dalam memilih pasar sasaran yang optimal, perlu diperhatikan beberapa kriteria berikut:

1. Responsif

Pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program-program pemasaran yang dikembangkan. Langkah ini harus dimulai dengan studi segmentasi yang jelas karena tanpa pasar sasaran yang jelas produsen menanggung resiko yang terlalu besar.

2. Potensi penjualan

Potensi penjualan harus cukup luas. Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya. Besarnya bukan hanya ditentukan oleh jumlah populasi tapi juga daya beli dan keinginan pasar untuk memiliki produk tersebut.

3. Pertumbuhan yang memadai

Pasar tidak dapat dengan segera bereaksi. Pasar tumbuh perlahan-lahan sampai akhirnya meluncur dengan cepat dan mencapai titik pendewasaan.

4. Jangkauan media

Pasar sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasar tepat memilih media untuk mempromosikan dan memperkenalkan produknya.

Menurut Bradley yang dikutip dari Setiadi (2003), dalam memilih pasar sasaran mana yang akan diambil ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Sumber daya organisasi

Dalam memilih segmen maka perlu diperhatikan sumber daya yang ada karena semakin banyak segmen yang dipilih maka biaya yang dibutuhkan akan semakin banyak. Pemasaran terpusat akan menjadi pilihan organisasi kecil yaitu dengan cara mengarahkan pema-saran pada segmen-segmen yang kecil, unik, dan kurang mendapatkan perhatian pesaing besar yang dinamakan juga se-bagai market niche.

2. Tipe produk

Ada produk yang disebut high-differentiated product maka strategi yang digunakan bisa differentiated atau con-centrated marketing karena pada produk tersebut mudah diciptakan keunikan yang membedakannya dari produk lain. Ada juga yang low differentiated product, maka strategi yang dipilih yaitu undiffer-entiated marketing karena pada produk jenis ini sulit diciptakan keunikan-keunikan.

3. Tahap dalam daur hidup produk

Produk memiliki siklus, yang dimulai dengan tahap perkenalan pasar, pertumbuhan, dewasa, dan menurun. Pada masa perkenalan, dapat diterapkan pemasaran serba sama. Pada masa pertumbuhan produk semakin dapat diterima dan pasar mulai menginginkan variasi pro-duk, maka dapat diterapkan pemasaran serba aneka. Pada masa dewasa per-saingan sudah mencapai titik maksimal dan seluruh segmen sudah terisi, maka organisasi mulai mencari segmen-segmen yang belum dilayani secara mak-simal oleh pesaing sehingga pemasaran dapat diterapkan pemasaran terkonsen-trasi. Pada masa penurunan, organisasi perlu membatasi investasi, memperkecil biaya pemasaran serta memusatkan sumber daya pada produk dan segmen yang lebih menguntungkan dan pema-saran terkonsentrasi yang sesuai untuk diterapkan.

4. Strategi pesaing dan strategi bersaing organisasi

Untuk memilih strategi mana yang akan diterapkan oleh organisasi, maka perlu memperhatikan juga strategi yang diterapkan oleh pesaing dan strategi bersaing yang dipilih organisasi. Pilihan strateginya bisa berhadapan langsung atau menghindar. Kalau berhadapan langsung, maka organisasi akan memilih segmen yang dimasuki oleh pesaing. Sedangkan kalau menganut strategi menghindar, maka organisasi memasuki segmen yang belum dimasuki oleh pesaing.

B. Menetapkan Sasaran Global

Menetapkan sasaran adalah tindakan mengevaluasi dan membandingkan kelompok yang diidentifikasi dan kemudian memilih stu atau beberapa diantaranya sebagai calon dengan potensi paling besar.

a. Kriteria untuk menentukan target

Tiga kriteria dasar untuk menilai peluang dipasar target global yaitu:

1. Besar segmen pasar yang ada dan potensi pertumbuhan

2. Persaingan potensial

3. Kecocokan dan kelyakan target

b. Strategi Pasar Sasaran Global

Tiga kategori dasar dari strategi sasaran pemasaran, yaitu :

1. Pemasaran global yang tidak membeda-bedakan

2. Pemasaran global yang terkonsentrasi

3. Pemasaran global yang membeda-bedakan

c. Menentukan posisi produk dipasar global

1. Menentukan posisi tinggi, dibagi tiga kategori :

- Produk teknis komputer

- Produk untuk peminat khusus

- Produk yang dapat ditunjukkan kegunaanya

2. Menentukan posisi sentuhan canggih, dibagi 3 kategori yaitu :

- Produk yang memecahkan masalah umum

- Produk desa global

- Produk yang menggunakan tema universal

DAFTAR PUSTAKA

Siregar,Ahmad M., 2004. Manajemen Pemasaran Global. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makssar

Teori segmentasi, positioning, targeting

http://globalmarketingpost.blogspot.com/2010/05/segmentation-menurut-kotler-2009.html

Bab 4 Segmentation, Targeting, and Positioning (Clubmed) « Mp2Globalink.htmhttp://mp2globalink.wordpress.com/segmentation-targeting-and-positioning/

segmentasi-pasar-global.htmhttp://www.scribd.com/doc/47811844/segmentasi-pasar-global

segmentasi-sasaran-dan-pemosisian.htmlhttp://diana-demetlit.blogspot.com/2007/11/segmentasi-sasaran-dan-pemosisian.html

http://farson20.wordpress.com/2010/11/10/riset-pemasaran/RISET PEMASARAN

Senin, 06 Juni 2011

PROFITABILITAS SISTEM PERPADUAN PETERNAKAN SAPI POTONG DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN

PENDAHULUAN

Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti luas. Dengan adanya reorientasi kebijakan pembangunan sebagaimana tertuang dalam program RPPK (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) maka pembangunan pertanian perlu melakukan pendekatan yang menyeluruh dan integrative dengan sub sektor yang lain dalam naungan sektor pertanian. Hal ini semakin penting untuk dilakukan apabila dikaitkan dengan program swasembada daging Suharyanto, (2006) untuk memenuhi kebutuhan protein hewani manusia yang sampai saat ini belum mampu terpenuhi.

Pengembangan sapi potong di suatu daerah sudah saatnya dilakukan usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian dimana limbah pertanian yang berasal dari limbah tanaman pangan seperti jerami jagung, jerami padi dan lain-lain ketersediaannya sangat melimpah dialam serta dapat memberikan profi/ keuntungan yang sangat besar seperti meningkatkan pendapatan petani-peternak maupun pemerintah, memperbaiki kesuburan, menyediakan sekaligus meningkatkan produktifitas pakan, sumber pendapatan tambahan melalui penjualan kompos serta memberi peluang tenaga kerja.

Optimasi pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri dapat memperbaiki ketersediaan pakan. Integrasi dengan usaha pertanian merupakan alternatif untuk pengembangan peternakan yang berkesinambungan. Berkaitan dengan berbagai permasalahan tersebut maka pemanfaatan bahan pakan lokal perlu dioptimalkan sehingga dapat menekan biaya pakan tanpa mengganggu produktivitas ternak. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah memelihara ternak secara terintegrasi dengan tanaman pangan atau perkebunan. Dengan upaya tersebut diharapkan keterbatasan hijauan pakan dapat diatasi dengan memanfaatkan limbah pertanian atau perkebunan, sehingga produktivitas tanaman dan ternak menjadi lebih baik (Agustini, 2010).
Dalam peningkatan pendapatan petani peternak perlu dilakukan perbaikan-perbaikan mutu dari peternakan itu sendiri dengan penyediaan dan pemanfaatan sumber daya yang ada yang berasal berasal dari alam seperti pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak dengan perpaduan peternakan sapi potong dengan limbah pertanian yang belum termanfaatkan secara optimal sehingga dapat memberikan peluang yang sangat besar bagi peternak untuk meningkatkan efesiensi penggunaan pakan dengan pemanfaatan limbah pertanian serta mampu memberi nilai tambah dengan peningkatan pendapatan (keuntungan/profit) pada petani peternak.
Hal inilah yang melatar belakangi penyusunan Studi Pustaka yang Berjudul Profitabilitas Sistem Perpaduan Peternakan Sapi Potong dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian

PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Sapi Potong

Ternak sapi potong Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan dengan fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk kandang, tabungan, atau sumber rekreasi. Arti yang lebih utamanya adalah sebagai komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan mencerdaskan masyarakat (Santosa & Yogaswara, 2006)

Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah (Isbandi 2004; Rosida 2006; Direktorat Jenderal Peternakan 2007; Syadzali 2007; Nurfitri 2008; Santi 2008). Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa 2005; Mersyah 2005; Suwandi 2005).

Sapi potong merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan subsektor pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usahatani . Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai "pabrik kompos" . Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari ; yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik (Haryanto et al. 1999) dalam Maryono (2010). Potensi pupuk organik ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempuma. (Suharto, 2000) dalam Maryono (2010) menyatakan bahwa dengan penerapan model low external input sustainable agricultural (LEISA) dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain: (i) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal ; (ii) Maksimalisasi daur ulang (zero waste); (iii) Minimalisasi kerusakan lingkungan (ramah lingkungan) ; (iv) Diversifikasi usaha ; (v) Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang, serta (vi) Menciptakan semangat kemandirian.

Pengembangan sapi potong perlu mendapat perhatian serius mengingat permintaan daging belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Salah satu kendala dalam usaha ternak sapi potong adalah produktivitas ternak rendah karena pakan yang diberikan berkualitas rendah. Di sisi lain, potensi bahan baku pakan lokal seperti limbah pertanian dan perkebunan belum dimanfaatkan secara optimal, dan sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar, pupuk organik atau bahan baku industri. Upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas nutrisinya melalui fermentasi, suplementasi, dan pembuatan pakan lengkap. Diversifikasi pemanfaatan produk samping atau limbah agroindustri serta limbah pertanian dan perkebunan menjadi pakan telah mendorong berkembangnya agribisnis sapi potong secara integratif dalam suatu sistem produksi yang terpadu dengan pola ulang biomassa yang ramah lingkungan atau dikenal zero waste production system (Wahyono dan Hardianto 2004).

B. Pemanfaatan Limbah Pertanian

Limbah adalah sisa atau hasil ikutan dari produk utama limbah. Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya (Sutrisno,2002) dalam Sitorus (2002) dan merupakan pakan alternatif yang digunakan sebagai pakan, khususnya ruminansia (Widiyanto, 1993) dalam Sitorus (2002). Beberapa limbah pertanian yang potensial dan belum banyak dimanfaatkan secara optimal berturut-turut antara lain jerami padi, jerami jagung, pucuk tebu, jerami kedele, jerami ketela rambat dan jerami kacang tanah (Soejono et al., 1988; Van Bruchem dan Sutanto, 1988; Widiyanto, 1993; Pangestu,1995; Widyati et al., 1997) dalam Sitorus (2002)

Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak ruminansia pada peternak masih rendah karena rendahnya tingkat pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan disebabkan peternak membakar limbah (jerami padi/jagung/ ubi jalar) setelah panen dimana limbah ini berfungsi sebagai pupuk organik di samping itu adanya anggapan dari peternak bahwa hijauan pakan tersedia dalam jumlah yang mencukupi dilahan pekarangan, sawah dan kebun untuk kebutuhan ternak. Penelitian (Syamsu, 2007) dalam Liana & Febrina (2011) menunjukkan hanya 37.88% peternak di Sulawesi Selatan yang menggunakan limbah pertanian sebagai pakan.

Beberapa faktor yang menyebabkan peternak tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan adalah Liana & Febrina (2010) : a) umumnya petani membakar limbah tanaman pangan terutama jerami padi karena secepatnya akan dilakukan pengolahan tanah, b) limbah tanaman pangan bersifat kamba sehingga menyulitkan peternak untuk mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan umumnya lahan pertanian jauh dari pemukiman peternak sehingga membutuhkan biaya dalam pengangkutan, c) tidak tersedianya tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan peternak tidak bersedia menyimpan/menumpuk limbah di sekitar rumah/kolong rumah karena takut akan bahaya kebakaran, d) peternak menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan pekarangan, kebun, sawah masih mencukupi sebagai pakan ternak.

Di sentra-sentra penghasil padi, banyak jerami yang dibuang atau dibakar begitu saja setelah bulir-bulir padi dipanen. Padahal jerami tersebut setelah dikeringkan dan disimpan dengan baik digudang dapat dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak ruminansia andalan. Dengan memiliki persediaan jerami padi kering, peternak tak perlu lagi ngarit (mencari rumput) atau membeli hijauan segar untuk pakan sapi (Saswono & Arianto, 2006).

Selama ini hampir 50% jerami padi dibakar, abunya dikembalikan ke tanah sebagai kompos dan hanya 35% yang digunakan sebagai pakan ternak. Sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan tidak hanya meningkatkan nilai tambah limbah pertanian yang dihasilkan, tetapi juga meningkatkan jumlah dan kualitas pupuk organik yang berasal dari ternak sehingga mampu memperbaiki kesuburan lahan (Maryono, 2010).

limbah pertanian memiliki kandungan serat kasar yang tinggi namun terdapat melimpah dialam sehingga perlu adanya pemanfaatan yang lebih lanjut dengan sentuhan teknologi menurut (Saswono & Arianto, 2006) bahwa hampir semua limbah pertanian tanaman pangan dapat dimanfaatkan untuk bahan pakan sapi. Walaupun hampir semua limbah pertanian itu mengandung serat kasar tinggi, tetapi dengan sentuhan teknologi sederhana limbah itu dapat diubah menjadi pakan bergizi dan sumber energi bagi ternak.

Peternakan sapi potong di Indonesia umumnya berupa peternakan rakyat yang berintegrasi dengan tanaman pangan (smallholder crop-livestock system). Umumnya peternak sapi adalah petani yang juga menanam berbagai komoditas tanaman pangan. Kondisi tersebut mencerminkan pentingnya integrasi antara tanaman pangan dan sapi. Limbah hasil tanaman pangan dan perkebunan dapat menjadi pakan ternak dengan memperbaiki kandungan nutrisinya. Beberapa limbah tanaman pangan dan perkebunan yang berpotensi sebagai pakan penguat atau suplemen (Hamdi Manyulu dkk, 2010)

C. Penerimaan dan Pendapatan Perpaduan Sapi Potong dengan Limbah Pertanian

Penerimaan adalah hasil perkalian antara produk-produk tersebut dengan harga jual. Penerimaan usaha sapi potong dengan pemanfaatan limbah diperoleh setelah proses penjualan produk yang dihasilkan yaitu daging sebagai produk utama dan feses sebagai produk sampingan. Penerimaan usaha peernakan sapi potong dapat bersumber dari penerimaan penjualan ternak, daging, dan feses. Sumber penerimaan penjualan ternak dan daging merupakan sumber terbesar dan sumber penjualan feses merupakan sumber terkecil yang diperoleh dari usaha peternakan sapi potong. Hal ini menunjukkan bahwa penjualan ternak dan daging merupakan sumber penerimaan utama dan feses merupakan penerimaan sampingan (Rusmiati, 2008).

Soekartawi (1995) dalam Sarina (2009) menyatakan bahwa pendapatan adalah perkalian antara produksi yang diperolehdengan harga jual. Sedangkan pendapatan (keuntungan) adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya denagn rumus π=TR-Tc dimana π adalah pendapatan, TR adalah total penerimaan dan Tc adalah total biaya. Selanjutnya dikatakan bahwa penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi. Total pendapatan bersih diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu produksi.

Menurut penelitian yang telah dilakukan dengan integrasi padi-jagung mempunyai penerimaan 26.270.235,40 dan total biaya 19.008.230,28. Jadi total pendapatan keuntungannya yaitu :
Ï€ = TR-Tc
= 26.270.235,40 - 19.008.230,28
= 7.262.005,12
Jadi pendapatan dari hasil perpaduan antara sapi potong dengan limbah pertanian sebesar 7.262.005,12.

D. Profitabilitas (Keuntungan) Sistem Perpaduan Sapi Potong dengan Limbah Pertanian

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan dalam kaitannya dalam kegiatan operasinya. Profitabilitas dari usaha perpaduan antara sapi potong dengan limbah pertanian memiliki potensi yang cukup besar karena menurut penelitian yang telah dilakukan Diminahasa mampu menghasilkan keuntungan Rp7.262.005,12/tahun. Profit dari usaha ini juga dapat diperoleh dari penjualan kotoran ternak yang telah diolah menjadi pupuk kompos sebagai unsur hara bagi tanaman. Menurut Kasmir (2009) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya. Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan nama rasio rentabilitas. Rasio profitabilitas adalah merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.

Profitabilitas dari perpaduan antara sapi potong dengan limbah pertanian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan dalam penjualan, kemampuan untuk menekan biaya dan kemampuan untuk mengelolah asset secara efisien yang dapat diukur dengan menentukan profit margin, operating asset turnover (perputaran modal) dan juga manajemen sistem pemeliharaan sapi potong. Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan profit marging dan operating asset turnover, dimana profit marging setiap perusahaan meningkatkan penjualan dengan menekan biaya-biaya sedangkan operating asset turnover, dimana setiap perusahaan menginginkan agar setiap modal yang tertanan dalam perusahaanya dapat berputar secara cepat dan lancar Martono (2002).

Berdasarka Penelitian yang telah dilakukan Pendapatan usaha tani integrasi sapi-kelapa di Bolaang Mongondow Sumatera Utara disajikan pada Tabel 4. Pendapatan rata-rata petanipeternak yang menerapkan sistem usaha tani integrasi mencapai Rp23.282.932,94/ tahun dengan nilai B/C ratio 1,50. Petani yang tidak menerapkan usaha tani integrasi hanya memperoleh pendapatan Rp2.247.375,16/tahun. Pendapatan terbesar pada usaha tani integrasi sapikelapa berasal dari hijauan pakan yang dapat dijual ke petani-peternak sapi yang belum menerapkan sistem integrasi (Elly dkk, 2008).

Selain sebagai sumber daging, ternak sapi berfungsi sebagai penghasil pupuk atau kompos untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Kotoran ternak dapat pula digunakan sebagai sumber biogas (Hasnudi 1991) dalam Elly dkk (2008). Hal ini mengindikasikan, integrasi sapi-tanaman dapat memberi manfaat yang besar bagi ternak dan tanaman. Menurut Bamualim et al. (2004) dalam Elly dkk (2008), keuntungan langsung integrasi ternak sapi-tanaman pangan adalah meningkatnya pendapatan petani-peternak dari hasil penjualan sapi dan jagung. Keuntungan tidak langsung adalah membaiknya kualitas tanah akibat pemberian pupuk kandang. Menurut Kariyasa dan Kasryno (2004) dalam Elly dkk (2008), usaha ternak sapi akan efisien jika manajemen pemeliharaan diintegrasikan dengan tanaman sebagai sumber pakan bagi ternak itu sendiri. Sistem integrasi sapi potong-jagung dapat menghasilkan pupuk kandang yang dapat dijual. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat (2007) menyatakan pembuatan pupuk organik dari 2 ekor ternak dapat memberikan tambahan pendapatan hingga Rp1 juta/tahun.

Hasil penelitian (Suwandi, 2005) dalam Elly (2008) menunjukkan integrasi sapi potong-padi di Kabupaten Sragen meningkatkan pendapatan petani dan kesuburan tanah akibat bertambahnya unsur hara dari kompos. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil gabah per musim (Rp145.000/ha). Selain itu, produktivitas pakan meningkat (dihitung dari nilai penghematan konsentrat Rp1,50 juta/tahun), serta kesempatan kerja bertambah melalui pengelolaan limbah, mencapai 100 HOK atau Rp1 juta/tahun.

Usaha ternak yang dikelola secara terpadu dengan usaha tani padi, yakni dengan memanfaatkan jerami padi sebagai pakan, hanya membutuhkan biaya tenaga kerja Rp 410.000−589.000/ekor. Usaha ternak sapi yang dikelola secara parsial (tidak menggunakan jerami padi) membutuhkan biaya tenaga kerja Rp 735.000− 1.377.000/ekor. Dengan demikian, usaha ternak dengan memanfaatkan limbah pertanian mampu menghemat biaya tenaga kerja 35,44−44,22% atau 5,26−6,38% terhadap total biaya usaha ternak. Hasil kajian Adnyana dalam (Kariyasa, 2005) dalam Suryana (2009) menunjukkan bahwa model integrasi ternak dan tanaman yang dikembangkan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk organik 25−35%, dan meningkatkan produktivitas padi 20−29%. Di Nusa Tenggara Barat dan Bali, sistem ini mampu meningkatkan pendapatan petani masing-masing 8,41% dan 41,40%. Syafril dan Ibrahim (2006) dalam Suryana (2009) mengemukakan bahwa usaha ternak sapi potong yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan padi memberikan keuntungan paling tinggi, yakni 84%, sementara pada usaha tani padi-sayuran-ternak, pendapatan hanya meningkat 10%, padi-ternak ikan 2%, padi-sayuran-ternak-ikan 2%, dan sayuran-ternak (2%). Ternak sapi memberikan kontribusi terhadap pendapatan sebesar Rp 3.188.725, dan pendapatan dari usaha nonternak (padi-palawija-sayuranikan) Rp 5.078.414. Menurut Roessali et al. (2005) dalam Suryana (2009) upaya untuk mendorong partisipasi petani dapat dilakukan melalui usaha ternak yang terintegrasi dengan kegiatan pertanian lainnya yang lebih besar dan layak secara ekonomi, yaitu melalui sistem agribisnis.

Limbah pertanian yang dihasilkan dari suatu aktifitas belum mempunyai nilai ekonomis dan pemanfaatannya dibatasi oleh waktu dan ruang sehingga limbah dapat dianggap sebagai sumber daya tambahan yang dapat dioptimalkan. Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak mampu memberi nilai ekonomis melalui pengurangan biaya pakan dan membantu menekan pencemaran lingkungan. Keuntungan dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak antara lain (Anonim, 2011):
  1. Memberi nilai tambah terhadap limbah. Pemanfaatan limbah yag mungkin sebelumnya belum digunakan sebagai bahan pakan dengan sendirinya akan memberikan nilai ekanomis terhadap limbah yang ada.
  2. Menciptakan lapangan kerja baru. Kegiatan pengolahan limbah pertanian menjadikan pakan tentunya memerlukan tenaga manusia yang juga berarti menciptakan lapangan kerja baru.
  3. Sanitasi lingkungan. Upaya pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak secara tidak langsung mampu meningkatkan kebersihan dan menekan pencemaran akibat pembuagan limbah yag tidak tepat
  4. Menekan impor bahan pakan. Subtitusi penggunaan bahan baku pemenuhan ketersediannya masih diimpor dengan limbah dengan kandungan zat makanan yang setara merupakan alternative yang bijaksana.
Pola integrasi sapi dan padi dilahan sawah dapat memberikan keuntungan dapat memberikan keuntungan anatara lain (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, 2003) :
  1. Diversifikasi penggunaan sumber daya produksi
  2. Mengurangi resiko terjadinya kegagalan produksi
  3. Efisiensi penggunaan tenaga kerja
  4. Mengurangi ketergantungan energi kimia dan energi bilogi serta masukan sumberdaya lainnya dari luar
  5. Sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi, sehingga melindungi lingkungan hidup
  6. Meningkatkan out put dan pendapatan, serta mengembangkan rumah tangga petani yang lebih stabil.
E. Sistem Integrasi Sapi Potong dengan Limbah Pertanian

Pengembangan pola integrasi sapi dan padi di Sulawesi Selatan sangat perlu untuk dilaksanakan karena daerah ini memiliki luas persawahan 642.340 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan,1999), dan populasi sapi potong sebesar 783.659 ekor (Dinas Peternakan,1998). Kedua komoditi ini sampai sekarang cenderung berdiri sendiri dan terpisah, sawah pada umumnya ditanami padi serta palawija sedangkan ternak dipelihara diluar areal persawahan. Dengan adanya teknologi fermentasi limbah pertanian bermanfaat untuk memperkaya nilai gizi dan daya cerna. Selain itu fermentasi kotoran ternak akan diperoleh pupuk organik yang berkualitas. Dengan demikian pola integrasi sapi dan padi merupakan sistem usaha tani yang efektif untuk peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi yang cenderung menurun akibat rendahnya kandunagan bahan organik dalam tanah serta merupakan sumber pertumbuhan baru bagi pengembangan populasi sapi potong di Sulawesi Selatan (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2003).

Program sistem integrasi tanaman- ternak merupakan salah satu alternatif yang potensial dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktifitas dan produksi tanaman pangan (beras) nasonal yang terintegrasi dengan usaha ternak sapi potong serta dapat meningkatkan pendapatan petani (Priyanti, 2007)
Sistem integrasi ini merupakan penerapan usaha terpadu melalui pendekatan low external input antara komoditas padi dan sapi, dimana jerami padi digunakan sebagai pakan sapi penghasil sapi bakalan, dan kotoran ternak sebagai pakan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan lahan. Pendekatan low external input adalah suatu cara dalam menerapkan konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan penggunaan input yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan sangat minimal penggunan input produksi dari luar sstem pertanian tersebut (Suharto, 2000) dalam Priyanti, (2007).

Program aksi untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2010 antara lain dapat dilakukan melalui kebijakan teknis pegembangan agribisnis sapi pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dengan biaya murah dan optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah low external input sustainable agriculture (LEISA) dan zero waste, terutama di wilayah perkebunan. Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha perbibitan sapi potong yang murah dan efisien dapat dilakukan secara terintegrasi dengan perkebunan, tanaman pangan dan memanfaatkan sumber pakan lokal. Melalui inovasi teknologi limbah dan sisa hasil ikutan agroindustri pertanian dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sapi yang potensial untuk usaha penggemukan dan pembibitan (Badan Litbang Pertanian, 2005)

Apabila diamati potensi bahan pakan limbah (hasil ikutan) tanaman pertanian, perkebunan dan agro-industri, maka penyediaan pakan ternak seharusnya tidak perlu dikhawatirkan Limbah pertanian, perkebunan dan agro-industri memiliki potensi yang besar sebagai sumber pakan temak ruminansia . Beberapa permasalahan pemanfaatan hasil ikutan pertanian sebagai pakan adalah nilai nutrisi yang rendah, penyimpanan yang menyita tempat dan kurang tahan lama . Oleh karena itu, pengembangan agribisnis sapi diarahkan pada budidaya petemakan yang menerapkan model LEISA terutama melalul Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) khususnya dengan tanaman pangan dan perkebunan . Diyakini bahwa SITT dapat menurunkan biaya produksi melalui optimalisasi pemanfaatan hasil ikutan pertanian, perkebunan dan agroindustri setempat dengan meminimalisasi penggunaan pakan tambahan yang berasal dari luar . Optimalisasi penggunaan bahan pakan hasil ikutan tanaman pertanian dan perkebunan diharapkan dapat menurunkan biaya ransum namun tetap mampu meningkatkan produktivitas temak sapi potong Maryono, (2010).

Integrasi sapi potong dengan limbah pertanian dilakukan pada umumnya dengan padi dan kelapa sawit karena banyak memberikan keuntungan yang tinggi. Contoh integrasi sapi potong dengan limbah pertanian yaitu Direktorat Jenderal Peternakan, (2010) yaitu :

1. Integrasi Ternak-Padi.

Usaha tani padi yang pengelolaannya dipadukan dengan ternak atau dengan menggunakan pupuk kandang mampu berproduksi sekitar 6,9 - 8,8% lebih tinggi dibanding usaha tani padi yang dikelola secara parsial tanpa menggunakan pupuk kandang. Dari sisi biaya, usaha tani yang dikelola secara terintegrasi membutuhkan biaya pupuk anorganik lebih rendah dibandingkan dengan usaha tani yang dikelola secara parsial. Dari aspek permintaan, tren pasar menunjukkan bahwa konsumen lebih suka memilih produk-produk pertanian organik. Sedangkan dari penghematan devisa, sistem integrasi ini diharapkan dapat mengurangi biaya subsidi pupuk yang diberikan kepada petani sejak tahun 2003

2. Integrasi Ternak – Kelapa Sawit.

Pengembangan program integrasi kelapa sawit-sapi mempunyai peluang yang sangat prospektif. Di dalam pola integrasi ini, tanaman kelapa sawit sebagai komponen utama sedangkan ternak sebagai komponen pelengkap. Limbah kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai pakan adalah pelepah sawit, lumpur sawit, dan bungkil inti sawit. Disamping memanfaatkan limbah hasil kelapa sawit, sapi yang diintegrasikan dengan kelapa sawit juga bisa memakan gulma yang berada di sekitar perkebunan kelapa sawit. Untuk menunjang keberhasilan sistem integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit, dibutuhkan dukungan teknologi tepat guna.

KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah diatas maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa sistem perpaduan sapi potong dengan limbah pertanian mampu memberikan profit (keuntungan) sebesar Rp 7.262.005,12 dan mampu menghemat biaya tenaga kerja 35,44−44,22% atau 5,26−6,38% terhadap total biaya usaha ternak serta dengan adanya perpaduan sapi potong dengan limbah pertanian dapat memberi nilai tambah pada ternak, limbah serta peternaknya sendiri karena mampu memberikan profit (keuntungan) yang besar sehingga akan saling menguntungkan apabila keduanya dipadukan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini. 2010. Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan ternak Sapi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2010.

Anonim 2010. Klasifikasi Limbah Untuk Bahan Pakan http://www.linkpdf.com/ebookviewer.php?url=http://jajo66.files.wordpress.com/2008/11/01klasifikasi.pdf [2011]

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2003. Sistem Integrasi Padi-Ternak Departemen Peranian Sulawesi Selatan

Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging 2014

Elly dkk. 2008. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Rakyat Melalui Integrasi Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara. Fakultas Peternakan Universitas Sam ratulangi. Bogor. Jurnal Litbang Pertanian,27 (2), 2008.

Hamdi Manyulu. 2010. Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Indonesia. Fakultas Peternakan Universitas Mulawarman Semarang. Jurnal litbang Pertanian, 29 (1), 2010.

Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 3(1): 68−80.

Kasmir.2009. Analisis Laporan Keuangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Liana & Febriana. 2011. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia pada Peternak Rakyat di Kec. Rengat Barat Kab. Inragiri Hulu. Fakultas Pertanian Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (28-37)

Martono. 2002. Manajemen Keuangan PT Gramedia Pustaka. Jakarta

Maryono. 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan Veteriner Mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor.

Santosa dan Yogaswara. 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Niaga Swadaya. Jakarta

Saswono & Arianto. 2006. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Niaga Swadaya. Jakarta
Sarina. 2009. Kontribusi Pendapatan Pengolahan Dangke Terhadap Total Pendapatan Kepala Keluarga Pengolah Dangke di Kecamatan Anggeraja Kab Enrekang. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Sitorus. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi dengan Fermentasi bagi Isi Rumen. Program Pacsa Sarjana. Fakultas Peternakan Diponegoro.

Suharyanto. 2006. Pengembangan Sistem Integrasi Sapi – Perkebunan Sebagai Upaya Pembangunan Peternakan Sapi Menuju Swasembada Daging 2010. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Potong Berorientasi Agribisnis dengan pola Kemitraan. Balai Pengkajian Kalimantan Timur. Jurnal Litbang Pertanian 28 (1), 2009

Rusmiati. 2008. Analisis Profitabilitas Usaha. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Priyanti. 2007. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan pengeluaran Rumah Tangga Petani. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Wahyono, D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pemanfaatan sumber daya pakan lokal untuk pengembangan usaha sapi potong. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 66−76.

Selasa, 01 Maret 2011

PRODUKSI TERNAK POTONG


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi sapi Bali yang merupakan bangsa sapi asli Indonesia, berasal dari hasil domestikasi terus menerus banteng liar Bos sondaicus (Bos banteng). Populasinya saat ini ditaksir sekitar 526.031 ekor. Kekhawatiran akan terus menurunnya populasi sapi Bali dipicu oleh kenyataan bahwa selama krisis ekonomi, tingkat permintaan sapi lokal meningkat seiring mahalnya harga daging sapi impor.
Produktivitas ternak terutama pada masa pertumbuhan dan kemampuan produksinya dipengaruhi oleh faktor genetik (30%) dan lingkungan (70%). Pengaruh faktor lingkungan antara lain terdiri atas pakan, teknik pemeliharaan, kesehatan dan iklim. Di antara faktor lingkungan tersebut, pakan mempunyai pengaruh yang paling besar (60%). Besarnya pengaruh pakan ini membuktikan bahwa produksi ternak yang tinggi tidak bisa tercapai tanpa pemberian pakan yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas.
Ternak membutuhkan pakan dan nutrien yang berbeda sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Status yang dimaksud adalah pedet, weaning, yearling, bunting, menyusui dan penggemukan. Ternak yang gemuk membutuhkan nutrien pakan yang lebih tinggi dibanding dengan ternak yang kurus, ternak bunting membutuhkan nutrisi yang lebih berkualitas disbanding dengan sapi yang masih dalam keadaan masa kering. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga laporan ini dibuat.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui mengenai sanitasi kandang, pencampuran dan pemebrian pakan, serta dapat mengetahui jumlah populasi ternak sapi potong yang digembalakan.

Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui bagaimana cara membersihkan atau sanitasi kandang, pencampuran dan pemebrian pakan serta mengetahui jumlah ternak yang digembalakan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeliharaan Sapi Potong
Tata laksana dan cara pemeliharaan dapat dibedakan atas pemeliharaan secara ekstensif, pemeliharaan secara intensif dan pemeliharaan secara semi intensif. Pemeliharaan secara ekstensif biasanya terdapat di daerah-daerah yang mempunyai padang rumput luas, seperti di Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Sepanjang hari sapi digembalakan di padang pengembalaan, sedangkan pada malam hari sapi hanya dikumpulkan di tempat-tempat tertentu yang diberi pagar, disebut kandang terbuka. Pemeliharaan secara intensif yaitu ternak dipelihara secara terus-menerus di dalam kandang sampai saat dipanen sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi disuplai oleh peternak, termasuk pakan dan minum. Aktivitas lainseperti memandikan sapi juga dilakukan serta sanitasi dalam kandang. Pemeliharaan secara semi intensif merupakan perpaduan antara kedua cara pemeliharaan secara intensif dan secara ekstensif. Jadi, pada pemeliharaan sapi secara semi intensif ini harus ada kandang dan tempat penggembalaan di mana sapi di gembalakan pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari (Anonima, 2010).
Pemeliharaan sapi potong pembibitan (Anonimb, 2010);
- Sapi induk, Selain pemberian pakan yang baik pemeliharaan kesehatan dalam pemeliharaan sapi induk perlu juga diperhatikan sistim perkawinannya, sehingga induk dapat melahirkan setiap 1 – 18 bulan sekali.
- Induk bunting, Sapi yang mengalami proses produksi harus mendapat perlakuan dan pakan yang baik. Pakan harus cukup baik, berikan pakan penguat sebanyak 2-3 kg/ek/hr ditambahkan mineral. Tempatkan sapi dikandang tersendiri agar merasa tenang. Jagalah kebersihan kandang, alasi lantainya dengan jerami/rumput kering.
Pemelihraan anak sapi, setelah anak sapi lahir segera bersihkanlender yang menempel pada tubuhnya, terutama bagian hidung dan mulut. Potong tali pusar dan olesi dengan yodium. Biarkan anak sapi menyusui pada induknya sampai 4 bulan. Mulai diperkenalkan dengan konsentrat pada umur 3 minggu (Anonimb, 2010).
Pemeliharaan sapi potong kereman, da 4 patokan dalam memilih sapi untuk dierem, diantaranya (Anonimb, 2010) :
- Sapi yang berumur kurang dari satu tahun yang akan diperlukan masa kereman selama 8-12 bulan.
- Sapi berumur 1-2 tahun dengan masa kerem selama 6-8 bulan.
- Sapi yang berumur 2-3 tahun dengan masa kereman selama 4-6 bulan.
- Sapi yang berumur 3 tahun keatas dengan masa kereman maksimal selama 4 bulan.
Selain dari segi umur juga perlu pertimbangan dari bentuk tubuh sapi yang akan dikerem dapat dipilih kurus, tapi bukan karena penyakit. Kuru dalam artian kurang makanan dan perawatan. Berat ideal sapi yang akan dikerem antara 140-200 kg. Pemberian konsentrat berupa dedak padi +starbio sebanyak 1 kg hari akan memberikan pertambahan berat badan rata-rata 600 gram/hari (Anonimb, 2010).
Pemeliharaan sapi untuk ternak kerja, pada pemeliharaan ini perlu diperhatikan adalah ternak sebaiknya tidak dikerjakan pada waktu tertentu yaitu sebagai berikut (Anonimb, 2010) :
1. Satu bulan setelah dikawinkan
2. Dua bulan sebelum melahirkan
3. Satu bulan setelah melahirkan
4. Pengolahan reproduksi
B. Perkandangan
Kandang merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal ternak atas sebagian atau sepanjang hidupnya. Suatu peternakan yang dikelola dengan tata laksana pemeliharaan yang baik memerlukan sarana fisik sebagai penunjang atau kelengkapan, selain bangunan kandang. Saran fisik tersebut antara lain kantor kelola, gudang, kebun hijauan pakan, dan jalan. Komplek kandang dan bangunan-bangunan pendukung tersebut disebut sebagai perkandangan. Dengan demikian, perkandangan adalah segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan (Rianto dan Purbowati, 2009).
Perkandangan merupakan faktor yang penting dalam pemeliharaan ternak karena kandang sangat berperan dalam usaha peningkatan produksi. Letak dan bentuk kandang harus sesuai dengan sifat biologis ternak yang dipelihara dan iklim setempat. Pembuatan kandang harus serius dengan mempertimbangkan unsur-unsur efisiensi kerja dan perhitungan ekonomis serta masalah yang menyangkut lingkungan. Kandang harus dirancang untuk memenuhi persyaratan kesehatan dan kenyamanan ternak, serta nyaman untuk operator, efisien untuk tenaga kerja dan pemakaian alat-alat, serta disesuaikan dengan peraturan kesehatan ternak (Rianto dan Purbowati, 2009).
1. Persyaratan Kandang
Menurut Rianto dan Purbowati (2009), persyaratan untuk mendirikan kandang dalam hal ini berupa syarat-syarat utama yang langsung berhubungan dan berpengaruh pada kelangsungan hidup ternak dan tata laksana pemeliharaanya. Ada 4 faktor yang termasuk dalam persyaratan ini, yaitu faktor lingkungan (environment), lokasi, tata letak (lay out), dan karakteristik kandang.
2. Konstruksi Kandang
Menurut Rianto dan Purbowati (2009), konstruksi kandang diupayakan cukup kokoh meskipun dengan bahan bangunan sederhana. Agar ternak yang tinggal di dalam kandang merasa nyaman, konstruksi kandang harus diciptakan sesuai dengan kondisi alam sekitarnya. Adapun komponen-komponen yang harus ada dalam suatu kandang adalah :
a. Atap kandang
Atap merupakan penutup kandang bagian atas. Secara umum, atap berfungsi melindungi ternak dari terpaan air hujan dan terik matahari. Atap juga berfungsi mempertahankan suhu dan kelembapan udara dalam kandang. Bahan atap sedapat mungkin terbuat dari bahan yang mampu menahan panas, bahkan yang paling baik adalah yang mampu memancarkan kembali sinar matahari. Genteng, seng gelombang, abses gelombang, aluminium gelombang, sirap dan atap yang terbuat dari rumbia, alang-alang, daun kelapa, ijuk, atau sejenisnya cukup baik untuk membantu menyejukkan kandang.
b. Tinggi bangunan
Kandang di daerah yang mempunyai suhu lingkungan agak panas (dataran rendah dan pantai) hendaknya dibangun lebih tinggi dari pada kandang yang ada di daerah pegunungan. Hal ini dimaksudkan agar udara panas di dalam ruangan kandang lebih bebas bergerak atau berganti sehingga dapat diperoleh ruang kandang cukup sejuk.
c. Kerangka kandang
Kerangka kandang dapat berupa bambu, kayu, beton dan pipa besi. Akan tetapi, kandang yang sederhana dapat menggunakan bahan dari bambu yang benar-benar sudah tua atau dikombinasi dengan kayu asalkan bahan tersebut di-teer atau diolesi dengan oli bekas.
d. Dinding kandang
Dindiing kandang berguna untuk membentengi ternak agar tidak lepas keluar, menahan angin langsung masuk ke dalam kandang, dan menahan keluarnya panas dari tubuh ternak itu sendiri pada malam hari. Berdasarkan konstruksi dinding, dikenal adanya kandang tertutup dan setengah terbuka, yang dimaksudkan kandang tertutup yaitu dinding menutup keempat sisi kandang secara penuh. Sementara kandang setengah terbuka yaitu dinding hanya menutup sekitar setengah dari tinggi dinding kandang.
e. Lantai kandang
Lantai kandang merupakan bagian dasar/alas kandang. Fungsi lantai di antaranyaialah tempat berdirinya ternak dan pelepas lelah untuk berbaring pada setiap saat. Untuk itu, lantai kandang harus dibangun sedikit mungkin, memenuhi persyaratan untuk bisa berdiri dan beristirahat dengan baik, tanpa ada sesuatu yang sekiranya dapat menimbulkan gangguan apa pun. Lantai kandang biasanya terbuat dari lantai tanah, beton semen, aspal, atau batu-batuan. Lantai kandang harus dibuat agak miring, sekitar 5-10 derajat sehingga air dapat terus mengalir atau tidak mengumpul di satu tempat dan mempermudah pembersihan.
f. Tempat pakan dan air minum
Tempat pakan dan air minum sebaiknya mudah dibersihkan, konstruksinya dijaga agar ternak tidak mudah masuk dan menginjak-injak pakan atau air minum. Bibir-bibir tempat pakan dan tempat air minum harus dibuat agak bulat sehingga tidak tajam dan dasarnya cekung. Bahan dapat dibuat dari tembok semen, bambu, atau papan. Ukuran tempat pakan adalah lebar 0,6 m, tinggi 0,6 m, dan panjangnya beserta tempat air minum selebar tempat ternak.
g. Selokan
Selokan dibuat tepat di belakang jajaran ternak dari ujung ke ujung kandang dengan lebar 40-50 cm, kedalaman 15-20 cm. Kedalaman bagian ujung awal selokan dibuat kurang dari 10 cm, dan pada ujung akhirnya tidak lebih dari 30 cm.
3. Model Kandang
Menurut Rianto dan Purbowati (2009) ada 2 model kandang sapi, yakni kandang bebas (loose housing) dan kandang konvensional (conventional/stanchion barn).
a. Kandang bebas
Kandang bebas (koloni) merupakan barak terbuka tanpa ada penyekat di antara ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup luas, kecuali pada waktu diberi perlakuan khusus. Keuntungan model kandang seperti ini adalah :
- Biaya pembuatan kandang lebih murah dibandingkan dengan kandang konvensional
- Pemakaian tenaga kerja lebih sedikit
- Memungkinkan untuk diperluas tanpa banyak mengadakan perubahan
- Sarana yang mudah untuk mendeteksi birahi
- Ternak merasa bebas meskipun kesempatan merumput terbatas
- Pergerakan ternak cukup sehingga gangguan kekakuan kaki, kebengkakan lutut, lecet pada paha, dan luka pada pundak dapat diperkecil.
Di samping keuntungannya, kandang bebas juga memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikuit :
- Lahan yang dibutuhkan relatif lebih luas
- Jika ada diantara anggota kelompok yang nakal dapat mengganggu yang lain. Untuk mencegah hal ini, ternak yang nakal tersebut dipisahkan atau khususnya ternak yang bertanduk perlu dilakukan pemotongan tanduk (dehorning).
b. Kandang konvensional
Posisi ternak yang dipelihara di dalam kandang dibuat sejajar, lazim disebut sistem stall. Susunan stall ada tiga macam yaitu stall tunggal, stall ganda tail to tail, dan stall face to face.
1. Stall tunggal
Pada kandang stall tunggal, sapi ditempatkan satu baris dengan kepala searah. Bentuk ini tepat untuk jumlah ternak yang tidak lebih dari 10 ekor.
2. Stall ganda tail to tail
Sapi pada kandang Stall ganda tail to tail ditempatkan dua baris sejajar (stall ganda) dengan gang di tengah, sedangkan kepala ternak berlawanan arah atau ekor saling berhadapan (tail to tail).
3. Stall ganda face to face
Model kandang ini mendesain sapi pada dua baris sejajar dengan gang di tengah dengan kepala ternak saling berhadapan (face to face). Gang di tengah agak lebar.
4. Peralatan Kandang
Menurut Rianto dan Purbowati (2009) dalam kegiatan pemeliharraan ternak, dibutuhkan peralatan untuk keperluan di dalam kandang. Peralatan hendaknya selalu dalam keadaan bersih, adapun peralatan kandang yang diperlukan antara lain sbegai berikut :
- Skop, digunakan untuk mengambil/membuang kotoran dan mengaduk pakan penguat.
- Sapu, digunakan untuk membersihkan kandang, sebaiknya sapu terbuat dari lidi daun kelapa.
- Ember, digunakan untuk mengangkut air, pakan penguat, dan memandikan ternak. Sebaiknya ember terbuat dari bahan antikarat, seperti ember plastik.
- Sikat, digunakan untuk menggosok badan ternak waktu dimandikan dan menggosok lantai waktu membersihkan kandang. Sikat yang baik terbuat dari ijuk.
- Kereta dorong, untuk mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah, rumput ke tempat pembuangan.
- Tali, digunakan untuk mengikat dan keperluan yang lain. Hendaknya tali pengikat jangan terlalu kecil karena mudah putus dan dapat melukai kulit ternak.
- Sprayer, digunakan untuk pemberantasan ektoparasit pada sapi.
- Garu kecil, digunakan untuk membersihkan sisa pakan dan kotoran dalam kandang.
C. Sistem Pemberian Pakan
Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi
dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh
memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan
(Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara
pertama dan kedua (Anonimc, 2010).
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan
cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara
ini, maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi
telah memakan bermacam-macam jenis rumput (Anonimc, 2010).
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang dikenal
dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh
dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan
kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1%
- 2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus atau
bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu. yang diberikan dengan
cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat
ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum (Anonimc, 2010).
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara
penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi
menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase.
Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (legu
minosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi
adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun
lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan
dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan
kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung, dsb.
yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis
pakan yang banyak mengandung serat kasar (Anonimc, 2010).
Sapi potong diberi pakan berupa hijauan, yaitu rumput, kacang-kacangan, dan limbah pertanian. Sapi potong juga perlu mengonsumsi konsentrat berupa campuran dedak padi, onggok, dan ampas tahu. Adapun makanan tambahan yang perlu diberikan kepada sapi potong adalah vitamin, mineral, dan urea (Anonimd, 2010).
Pemberian pakan pada ternak sapi potong sebaiknya ransum hendakya tidak diberikan sekaligus dalam jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa bagian. Pada pagi hari (misalnya pukul 07.00), sebaiknya sapi diberi sedikit hijauan untuk merangsang keluarnya saliva (air ludah). Saliva ini berfungsi sebagai buffer (penyangga) di dalam rumen sehingga pH rumen tidak mudah naik maupun turun pada saat sapi diberi konsentrat. Pemberian konsentrat dengan kandungan karbohidrat tinggi akan mudah terfermentasi sehingga menghasilkan asam lemak dengan mudah (volatile fatty acid, VFA) yang berpotensi menurunkan pH rumen. Sementara pemberian konsentrat yang banyak mengandung protein terdegradasi (rumen degradable protein, RDP) akan menghasilkan NH3 yang berpotensi meningkatkan pH rumen. Kondisi peningkatan atau penurunan pH rumen secara ekstrim akan berbahaya bagi kesehatan ternak, bahkan dapat berakibat fatal, yaitu terjadinya kematian pada ternak (Rianto dan Purbowati, 2009).
Mengenai aturan pemberian makanan setiap ekor sapi, secara umum sebagai berikut (Anonimd, 2010) :
  • Hijauan sebanyak 35 – 47 kilogram per hari atau bervariasi sesuai berat dan besar tubuh.
  • Konsentrat sebanyak 2 – 5 kilogram per hari.
  • Makanan tambahan sebanyak 30 – 50 gram per hari.
D. Kompsosisi Bahan Pakan
Pakan yang diberikan untuk sapi potong harus cukup, baik mengenai mutu maupun jumlahnya. Pakan bagi ternak berfungsi untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Pakan yang kurang akan menghambat pertumbuhan. Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral bagi ternak (Anonime, 2010).
Jenis pakan ternak sapi digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu (Anonime, 2010) :
a. Pakan Hijauan
Pakan hijauan ialah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan, misalnya bangsa rumput (Gramineae), legum dan tumbuh-tumbuhan lain. Pakan hijauan ini dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu dalam bentuk hijauan segar (diberikan dalam keadaan masih segar ataupun berupa “silase”) dan dalam bentuk kering, bisa berupa “hay” (hijauan yang sengaja dikeringkan) atau jerami kering (sisa hasil ikutan pertanian yang dikeringkan). Pakan hijauan ini banyak mengandung serat kasar. Seekor ternak sapi diberi hijauan tergantung dari berat badannya, sekitar ± 10% dari berat badan.
  1. Pakan Konsentrat (Penguat)
Pakan konsentrat adalah campuran bahan-bahan makanan yang dicampur sedemikian rupa sehingga menjadi suatu bahan makanan yang berfungsi untuk melengkapi kekurangan gizi dari bahan makanan lainnya (hijauan). Pakan konsentrat mempunyai kandungan serat kasar rendah dan mudah dicerna. Pemberian pakan konsentrat per ekor per hari ± 1% dari berat badan. Contoh bahan pakan konsentrat adalah dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, jagung dan berbagai ubi.
  1. Pakan Tambahan
Pakan tambahan dapat berupa vitamin, mineral dan urea. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya berada di dalam kandang terus menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A (karotina) dan vitamin D. Mineral dibutuhkan oleh sapi untuk berproduksi. Mineral yang dibutuhkan oleh sapi terutama adalah Ca dan P. Ca dan P ini dapat diperoleh dari tepung tulang (mengandung 23-33% Ca dan 10-18% P). Urea hanya dapat diberikan kepada sapi dalam jumlah yang sangat terbatas, yaitu 2% dari seluruh ransum yang diberikan.
Komposisi Bahan Makanan Sapi Potong
Bahan Makanan
Bahan
Kering
Komposisi Bahan Kering
Abu
Protein
Lemak
Serat Kasar
BETN
Rumput alam lahan kering
24,4
14,5
8,20
1,44
31,7
44,7
Rumput alam lahan berair
19,7
12,5
10,2
2,77
35,4
39,1
Legum Calopogonium muconoides
29,4
8,81
15,8
3,24
33,7
38,4
Legum Centrosema pubescens
24,1
9,43
16,8
4,04
33,2
36,5
Dedak padi halus
87,7
13,6
13,0
8,64
13,9
50,9
Dedak padi kasar
89,2
16,9
8,36
3,97
28,9
41,9
Katul
88,0
9,98
12,8
8,10
7,13
62,0
Bungkil kelapa
88,6
8,24
21,3
10,9
14,2
45,0
Tetes
82,4
11,6
3,94
0,30
0,40
84,4
Ubi jalar
32,0
2,65
3,20
1,40
3,45
89,9
Jagung
86,8
2,15
10,8
4,28
2,55
80,2
Hijauan rumput diberikan dalam bentuk potongan-potongan kecil. Konsentrat yang dibuat terdiri dari campuran beberapa bahan makanan yang diformulasikan sesuai dengan kebutuhan ternak akan nutrisinya. Perbandingan pemberian bahan kering antara hijauan dan konsentrat yang baik adalah 50% : 50%. Sebelum diberikan, tempat pakan dibersihkan dari sisa-sisa pakan yang tidak termakan pada hari sebelumnya atau sudah berjamur. Apabila masih layak dimakan, pakan tersebut tidak dibuang tetapi diberikan kembali pada sapi. Terutama sisa konsentrat, dicampurkan kembali dengan konsentrat yang baru. Pemberian pakan dua kali sehari. Pakan hijauan diberikan terlebih dahulu pada pagi hari sekitar pukul 07.30-09.00 dan pakan konsentrat diberikan pada siang hari sekitar pukul 11.00-13.00 (Anonime, 2010).
E. Teknik Pencampuran Pakan
Metode pencampuran pakan, pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Kemudian menimbang masing-masing bahan ransumsesuai dengan perhitungan penyusunan ransum. Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya bahan dicampur dengan cara menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit berada di atas. Setelah itu melakukan penghomogenan dengan cara membolak-balik pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen. Kemudian setalah ransum tersebut homogen, lalu dimasukkan ke dalam karung yang telah disiapkan dan menyimpannya di dalam gudang pakan (Anonima, 2010).
Pencampuarn pakan dengan cara pencacahan pakan sudah dapat dilakukan dengan mesin pencacah hasil program Vucer Dikti 2003 (Diharjo dkk, 2003). Pencampuran pakan kering juga sudah dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemcampur dengan posisi tong miring, hasil program vucer 2004 (Kusharjanta dkk, 2004). Namun, proses pencampuran pakan biasanya masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, rekayasa mesin pencampur pakan basah menjadi penting untuk dilakukan.
METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja dilaksanakan pada hari Senin sampai hari Minggu, tanggal 27 September sampai dengan 3 Oktober 2010 bertempat di Animal Center, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sapu lidi, skop, gerobak, parang, karung, ember, penarik feses, timbangan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ternak sapi potong betina yang terdiri dari induk 10 ekor, dara 3 ekor, dan anak/pedet 7 ekor. Jantan yang terdiri dari pejantan 1 ekor, jantan muda 6 ekor dan anak/pedet 2 ekor. Bahan pakan (dedak, garam, urea, mineral, bungkil kelapa, konsentrat).
Metode Praktikum
a. Sanitasi Kandang
Membersihkan kandang setiap pagi dan sore hari. Tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa-sisa pakan serta kotoran. Pelaksanaan sanitasi ini yaitu pagi jam 06.30-08.00 WITA dan sore jam 16.00-17.00 WITA (selesai).
b. Pencampuran dan Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan terdiri dari 2 macam yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan terdiri dari rumpu gajah dan rumput alam, pemebrian pakan hijauan tidak dibatasi. Sedangkan konsentrat disusun berdasarkan bahan pakan yang tersedia seperti jagung, dedak, bungkil kelapa, urea, garam dan mineral. Pemberian air minum juga secara adlibitum 3 kali sehari. Komposisi pakan konsentrat dihitung persentase dari jumlah ransum yang disusun :
1. Dedak : 88%
2. Bungkil kelapa : 10%
3. Urea : 0,5%
4. Garam : 0,5%
Metode pencampuran pakan yang dilakukan yakni pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Minimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum. Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya mencampur bahan dengan cara menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit berada di atas. Setelah itu, melakukan penghomogenan dengan cara membolak-balikkan pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen. Masukkan ransum yang homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang pakan.
c. Menghitung Jumlah Populasi Ternak Sapi
Penghitungan dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Menyiapkan buku catatan, kemudian hitung jumlah sapi (jantan/betina, dara, anak) lala catat pada buku catatan.
PEMBAHASAN
A. Keadaan Khusus Unit Ternak Potong
Keadaan khusus unit ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi yang sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam keadaan berkelompok. Induk yang terdapat di dalam populasi ternak potong terdiri dari 10 ekor, dara 3 ekor dan pedet 7 ekor. Jantan terdiri atas pejantan 1 ekor, jantan muda 6 ekor dan pedet 2 ekor. Jenis kandang yang ditempati oleh ternak potong yaitu jenis kandang bebas karena ternak bebas masuk ke dalam kandang yang disukai dan merupakan kandang yang tidak memiliki penyekat dalam satu ruang kandang yang ditempati oleh suatu populasi ternak sapi potong. Hal ini sesuai dengan pendapat Rianto dan Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa kandang bebas (koloni) merupakan barak terbuka tanpa ada penyekat di antara ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup luas, kecuali pada waktu diberi perlakuan khusus.
Selain itu, kebutuhan nutrisi dari masing-masing ternak berbeda-beda
karena kebutuhan hidup dan produksi dari masing-masing ternak juga berbeda-beda. Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimc (2010) yang menyatakan bahwa setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan seperti sapi dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.
Pemberian pakan sapi yang dilakukan yaitu dengan cara gabungan anatara penggembalaan dan keraman karena pada saat siang hari ternak sapi keluar digembalakan sedangkan pada malam hari ternak masuk ke dalam kandang. Pemberian pakan dengan cara ini merupakan pemberian pakan yang terbaik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimc (2010) yang menyatakan bahwa pemberian pakan dengan cara gabungan antara teknik pengembalaan den keraman adalah pemberian pakan yang terbaik. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi
menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase.
Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (legu
minosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi
adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun
lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan
dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama.
B. Sanitasi Kandang dan Lingkungan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan sanitasi kandang dan lingkungan dilakukan dengan cara membersihkan kandang setiap pagi dan sore hari. Tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa-sisa pakan serta kotoran. Pelaksanaan sanitasi ini yaitu pagi jam 06.30-08.00 WITA dan sore jam 16.00-17.00 WITA (selesai). Sanitasi kandang dilakukan bertujuan agar keadaan kandang dapat bersih dan higienis sehingga lingkungan disekitar kandang menjadi sehat bagi ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Rianto dan Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa sanitasi (higiene atau kesehatan lingkungan) berarti ada hubungannya dengan lingkungan. Jadi, sanitasi berarti kesehatan yang lazim dikaitkan dengan lingkungan kehidupan. Lingkungan peternakan harus bersih dan sehat, terbebas dari penyakit menular. Ternak-ternak yang dipelihara harus dalam keadaan sehat. Begitu pula orang-orang yang neneliharanya atau siapa saja yang berhubungan denganm ternak harus adalam keadaan sehat. Dalam upaya melakukan sanitasi yang baik dan benar dalam suatu usaha peternakan, hal yang penting diperhatikan yaitu :
- Sirkulasi dapat masuk ke dalam kandang
- Sirkulasi dapat berlangsung dengan lancer
- Saluran-saluran air pembuangan harus dijaga tetap bersih
- Tempat-tempat pembuangan kotoran harus terletak jauh dari kandang
- Kebersihan lantai kandang harus dijaga dari feses sapi
- Peralatan-peralatan yang dipergunakan dalam peternakan harus bersih dari kotoran.
C. Pemberian Pakan dan Minum
Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan konsentrat. Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk meningkatkan pH rumen dan sebagai penambah energi, begitu pula dengan pemberian air minum diberikan secara adlibitum. Sedangkan pada sore hari diberikan hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rianto dan Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa pemberian pakan pada ternak sapi potong sebaiknya ransum hendakya tidak diberikan sekaligus dalam jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa bagian. Pada pagi hari (misalnya pukul 07.00), sebaiknya sapi diberi sedikit hijauan untuk merangsang keluarnya saliva (air ludah). Saliva ini berfungsi sebagai buffer (penyangga) di dalam rumen sehingga pH rumen tidak mudah naik maupun turun pada saat sapi diberi konsentrat. Pemberian konsentrat dengan kandungan karbohidrat tinggi akan mudah terfermentasi sehingga menghasilkan asam lemak dengan mudah (volatile fatty acid, VFA) yang berpotensi menurunkan pH rumen. Sementara pemberian konsentrat yang banyak mengandung protein terdegradasi (rumen degradable protein, RDP) akan menghasilkan NH3 yang berpotensi meningkatkan pH rumen. Kondisi peningkatan atau penurunan pH rumen secara ekstrim akan berbahaya bagi kesehatan ternak, bahkan dapat berakibat fatal, yaitu terjadinya kematian pada ternak.
D. Pengamatan Populasi
Pengamatan populasi dilakuikan dengan perhitungan dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Menyiapkan buku catatan, kemudian hitung jumlah sapi (jantan/betina, dara, anak) lala catat pada buku catatan. Jumlah induk sapi 10 ekor, sapi dara 3 ekor, dan pedet 7 ekor. Sedangkan jantan terdiri dari pejantan 1 ekor, jantan muda 6 ekor dan pedet 2 ekor.
E. Pencampuran Bahan Pakan
Metode pencampuran pakan yang dilakukan yakni pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Minimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum. Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya mencampur bahan dengan cara menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit berada di atas. Setelah itu, melakukan penghomogenan dengan cara membolak-balikkan pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen. Masukkan ransum yang homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang pakan. Tapi biasanya pencampuarn pakan dengan cara pencacahan pakan sudah dapat dilakukan dengan mesin pencacah hasil program Vucer Dikti 2003 (Diharjo dkk, 2003). Pencampuran pakan kering juga sudah dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemcampur dengan posisi tong miring, hasil program vucer 2004 (Kusharjanta dkk, 2004). Namun, proses pencampuran pakan biasanya masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, rekayasa mesin pencampur pakan basah menjadi penting untuk dilakukan.
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Keadaan khusus unit ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi yang sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam keadaan berkelompok. Induk yang terdapat di dalam populasi ternak potong terdiri dari 10 ekor, dara 3 ekor dan pedet 7 ekor. Jantan terdiri atas pejantan 1 ekor, jantan muda 6 ekor dan pedet 2 ekor. Jenis kandang yang ditempati oleh ternak potong yaitu jenis kandang bebas karena ternak bebas masuk ke dalam kandang yang disukai dan merupakan kandang yang tidak memiliki penyekat dalam satu ruang kandang yang ditempati oleh suatu populasi ternak sapi potong.
2. sanitasi kandang dan lingkungan dilakukan dengan cara membersihkan kandang setiap pagi dan sore hari. Tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa-sisa pakan serta kotoran. Pelaksanaan sanitasi ini yaitu pagi jam 06.30-08.00 WITA dan sore jam 16.00-17.00 WITA (selesai).
3. Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan konsentrat. Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk meningkatkan pH rumen dan sebagai penambah energi, begitu pula dengan pemberian air minum diberikan secara adlibitum. Sedangkan pada sore hari diberikan hijauan.
4. Pengamatan populasi dilakuikan dengan perhitungan dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Menyiapkan buku catatan, kemudian hitung jumlah sapi (jantan/betina, dara, anak) lala catat pada buku catatan. Jumlah induk sapi 10 ekor, sapi dara 3 ekor, dan pedet 7 ekor. Sedangkan jantan terdiri dari pejantan 1 ekor, jantan muda 6 ekor dan pedet 2 ekor.
5. Pencampuran pakan yang dilakukan yakni pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Minimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum. Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya mencampur bahan dengan cara menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit berada di atas. Setelah itu, melakukan penghomogenan dengan cara membolak-balikkan pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen. Masukkan ransum yang homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang pakan.
Saran
Sebaiknya asisten lebih memperhatikan praktikannya pada saat praktikum berlangsung, karena terkandang ada praktikan yang tidak mau bekerja sehingga menyebabkan kecemburuan sosial diantara praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2010. Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Anonimb. 2010. Pemeliharaan Sapi Potong. http://suarakomunitas.net/?lang=id&rid=18&id=706. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010.
Anonimc. 2010. Sistem Pemberian Pakan. http://agromaret.com/artikel/560/pemeliharaan_dan_pemberian_pakan_ternak_sapi_potong. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010.
Anonimd. 2010. Sistem Pemberian Pakan. http://www.anneahira.com/sapi-potong.htm. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010.
Anonime. 2010. Komposisi Bahan Pakan. http://binaukm.com/2010/05/pakan-peluang-usaha-sapi-potong/. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010.
Diharjo, K., Kusharjanta B. dan Haryanto, 2003. Rancang Bangun Mesin Pencacah Makanan Ternak sapi Bagi kalangan Peternak menengah Ke Bawah, Vucer Dikti Jakarta.
Kusharjanta B, Diharjo K, dan Haryanto, 2004, Rekayasa Mesin Pencampur Makanan Ternak (Komboran Kering) Sapi Dengan Memanfaatkan Tong Bekas Untuk Kalangan Peternak Menengah Ke Bawah, Vucer, Dikti, Jakarta.
Rianto, E. dan Purbowati, E. 2009. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.